Senin, 24 Oktober 2011

Prophetic Leadership Vs Krisis Kepemimpinan

Saat ini di zaman ketika uang dipuja-puja sebagai Tuhan, banyak pemimpin yang terlahir dari proses instan. Masyarakat seakan terhipnotis dengan janji-janji dan ada pula yang menggunakan money politik pada saat pemilihan umum.

Bergantinya rezim pemerintahan dari masa ke masa seolah hanya menjadi sebuah rutinitas sakral dan ajang pertunjukan kekuasaan. Kesejahteraan masyarakat yang menjadi cita-cita utama perubahan hanya menjadi simbol jualan pasar menuju kekuasaan. Belum hadirnya sosok pemimpin yang mampu menopang bangunan yang bernama kesejahteraan itu saat ini masih bersembunyi di perputaran roda waktu. Jika berbicara kepemimpinan, maka kita tengah membicarakan salah satu aspek utama dalam kehidupan.
Fitrah seorang manusia untuk senantiasa membentuk sebuah kelompok. Dan dalam sebuah kelompok akan selalu dibutuhkan seorang pemimpin. Pemimpin adalah orang yang bisa dijadikan rujukan ketika kelompok tersebut mulai menjalankan program-program kerjanya. Kehadiran seorang pemimpin akan memberikan visi dan misi. Jika tidak ada sosok yang mampu mengarahkan sebuah kelompok, maka akan terjadi pembuburan atau kekacauan. Dan sejarah teori kepemimpinan menjelaskan bahwa kepemimpinan yang dicontohkan islam adalah model terbaik. Model kepemimpina yang disebut sebagai Prophetic leadership yang contoh nyatanya adalah orang teragung sepanjang sejarah kemanusiaan Rasullullah SAW.
Saat ini di zaman ketika uang dipuja-puja sebagai Tuhan, banyak pemimpin yang terlahir dari proses instan. Masyarakat seakan terhipnotis dengan janji-janji dan ada pula yang menggunakan money politik pada saat pemilihan umum. Money politic adalah penggunaan uang untuk mendapatkan posisi atau perolehan dukungan dalam mencapai kekuasaan, dan ini bisa berupa uang untuk khidmah kepada masyarakat, agar suatu saat akan memihak kepadanya jika ada pengambilan keputusan.
Jika hal tersebut kemudian dilestarikan makan tentu wajah bangsa ini akan semakin buruk di mata dunia. Di masa depan, semoga saja masyarakat mampu cerdas dalam memilih pemimpin yang benar-benar ikhlas dalam memimpin.

Krisis Kepimpinan
Pakar kepemimpinan John Gardner mengungkapkan bahwa ketika Amerika didirikan, ia memiliki sekitar tiga juta penduduk. Dari jumlah tersebut, muncul enam pemimpin kelas dunia - George Washington, John Adams, Thomas Jefferson, Benjamin Franklin, James Madison, dan Alexander Hamilton. Pada tahun 1987 dengan populasi lebih dari 240 juta penduduk, Amerika seharusnya memiliki 480 pemimpin kelas dunia. Namun dimanakah mereka?
Pertanyaan yang sama bukan saja berlaku di Amerika. Krisis kepemimpinan terjadi di berbagai negara, termasuk tentunya Indonesia. Pertanyaan yang sama juga bukan saja berlaku dalam organisasi dan domain politik, tetapi juga bisnis, pendidikan, sosial, dan religius.
Kofi Annan, dalam Human Development Report (2002:14) yang dirilis United Nations Development Programme (UNDP) mencantumkan sebuah kalimat penting yang menggaris bawahi realita kebangkrutan pemimpin formal di level internasional: Obstacles to democracy have little to do with culture or religion, and much more to do with the desire of those in power to maintain their position at any cost.
Hal ini terlihat misalnya dalam konteks Indonesia. Perjalanan Indonesia sebagai sebuah bangsa menuju negara yang demokratis terus tertatih-tatih karena kelangkaan elite politik yang mampu memimpin dengan integritas moral dan kapabilitas kepemimpinan yang profesional. Ketika pejabat pemerintah di berbagai tingkat haus kuasa dan terus ingin berkuasa, maka orientasi melayani rakyat semakin sirna sementara ambisi untuk berkuasa semakin mengental. Sejatinya pemimpin adalah pelayan masyarakat.
Karena itu, seorang pemimpin yang baik selalu berpikir bagaimana memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakatnya. bagaimana mungkin seseorang bisa menjadi pemimpin yang baik jika tidak memiliki jiwa sebagai pelayan atau malah selama ini dia dilayani oleh masyarakat. Dia dielu-elukan masyarakat karena popularitasnya, kepiawiannya menyanyi, kecantikan dan kemolekan tubuhnya dan sebagainya.
Yang tidak kalah pentingnya adalah pemimpin harus senantiasa berorientasi pada kebaikan rakyat yang dipimpinnya. Setiap langkahnya harus bermuara pada kebaikan tidak hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi rakyatnya.
Menurut Al Quran, seorang pemimpin bukan hanya pintar secara akademik, tetapi juga memiliki ideologi agama yang kuat dan memberi contoh perilaku Islami kepada rakyatnya. Sebab, nilai-nilai agama yang dianut seorang pemimpin akan membentuk cara dan paradigma berpikirnya serta setiap keputusan yang akan diambil.

Prophetic Leadership
Dalam waktu singkat, 23 tahun kurang lebih, risalah Rasulullah telah menembus batas-batas akal manusia. Barisan-barisan inti yang kokoh siap melanjutkan risalah yang di bawanya. Pengikut ajarannya pun semakin bertambah banyak. Dalam waktu sekejap sejarah mencatat bahwa ajaran islam yang dibawanya telah meluas dari jazirah kecil tak ternama menjadi sepertiga dunia yang makmur dan digdaya.
Bagaimana Rasulullah menjadi dapat menjadi pemimpin yang demikian hebatnya? Jawabannya hanya satu, karena Rasulullah memimpin dengan kekuatan spiritualitasnya, bukan karena posisi, jabatan, atau sesuatu yang dibeli dengan uang dan kekuasaan. Yang ditaklukan oleh Rasulullah bukan posisi atau jabatan tetapi hati para pengikutnya. Dalam teori kepemimpinan modern, model pemimpin seperti ini dimanakan level 5th leader.
Level 5th leader adalah level pemimpin yang telah melewati level-level sebelumnya. Pada tahap ini seorang menjadi pemimpin karena kekuatan personalnya dan visi serta cita-citanya. Bandingkan dengan orang yang memimpin dengan mengandalkan posisi dan jabatannya atau ia menjadi pemimpin karena membeli kepemimpinan itu dengan harga yang mahal.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, mampukah kita menjadi pemimpin dengan kelas Prophetic leader? Hal pertama yang harus kita sadari bahwa kepemimpinan lahir karena dibentuk. Ia tidak dilahirkan dalam satu malam atau dari rahim istri pemimpin besar. Ia lahir dari perjuangan dan penempaan yang tiada henti. Seperti Rasulullah yang ditempa langsung oleh Allah. Kemudian, sadarilah menjadi pemimpin adalah sebuah pilihan. Transformation in our world never be initiated by many people, itÆs always originated by few selected people. Orang-orang pilihanlah yang akhirnya mampu membuat perubahan besar. Dan pilihan selalu mengandung konsekuensi.
Menjadi pemimpin berarti bersiap untuk menjadi pembelajar. Mungkin kita harus belajar memimpin dengan menggunakan posisi atau jabatan tertentu. Tidak masalah, teruslah belajar dan jadilah pemimpin yang dapat merangkul semua elemen kerja. Buktikanlah hasil dari kepemimpinan kita dan pupuk selalu kredibiltas pribadi hingga akhirnya orang mengikuti kita karena raihan atau prestasi bagus yang telah kita capai.
Kemudian, teruslah belajar, masukkanlah nilai-nilai spiritual dalam kepemimpinan kita, dan akhirnya buatlah orang lain menjadikanmu pemimpin mereka karena semua kualitas pribadi kita dan daya pikat spiritulitas kita pada mereka. Itulah Prophetic Leader yang bukan hanya memenangkan posisi sebagai pemimpin, tetapi juga memenangkan hati para pengikutnya.
Mungkin kita tidak akan pernah bisa menjadi pemimpin sekaliber Rasulullah. Tetapi, bukankah meneladani beliau adalah kewajiban kita sebagai seorang muslim? Terakhir, jika kita ditanya mengapa kita harus dan wajib menjadi seorang pemimpin, jawablah dengan Karena sesungguhnya seorang pemimpin yang adil adalah orang yang paling bermanfaat bagi sekitarnya, dan sebaik-baiknya muslim adalah muslim yang paling bermanfaat bagi sekitarnya, tidakkah kita ingin menjadi yang terbaik?!

Oleh:
Wawan Kurniawan
Mahasiswa Fakultas Psikologi UNM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Tulis Komentar Anda