Rabu, 11 Mei 2011

RUU Fakir Miskin, Potensi CSR, dan Kunjungan Kerja DPR ke Australia

Menteri Sosial (Mensos) Salim Segaf Al Jufri mengatakan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Fakir Miskin masih dalam tahap pembahasan di DPR. "RUU Fakir Miskin masih dibahas di DPR. Kita sudah siapkan daftar inventaris masalahnya," kata Mensos di Jakarta, Selasa (25/1).

Pada 2011, program kemiskinan dengan konsentrasi fakir miskin untuk kemiskinan perkotaan dan perdesaan sebanyak 125.351 kepala keluarga (KK). Selain itu, program penuntasan lainnya oleh Kemensos adalah melalui Program Keluarga Harapan (PKH). Keluarga yang akan diberdayakan pada 2011 sebanyak 9.430 KK.

"Melalui Program Keluarga Harapan target yang akan kita capai adalah orang tua tidak mewariskan kemiskinan kepada anaknya. Sikap itu yang sangat penting," tambah Mensos.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan mencapai lebih dari 31 juta atau sebesar 13,33 persen.

Diakui Mensos, anggaran yang ada di Kemensos memang tidak mencukupi. Untuk 2011, Kemensos memiliki anggaran sebesar Rp4 triliun lebih.

"Anggaran Kemensos memang mengalami kenaikan tapi tidak signifikan," ujarnya.

Anggota Komisi VIII DPR RI, Ingrid Kansil mengatakan komisinya akan berupaya memasukkan aturan mengenai kewajiban sosial perusahaan atau corporate sosial responsibility (CSR) dalam pembahasan UU Fakir Miskin.

Selama ini, potensi dana CSR cukup besar namun penyalurannya tidak terkoordinasi sehingga bantuan yang diberikan oleh perusahaan-perusahaan sebagai dana bantuan sosial itu pun jadi tidak bermanfaat.

"Kita berupaya agar dalam pembahasan RUU Fakir Miskin dana-dana CSR perusahaan yang selama ini disalurkan oleh masing-masing perusahaan bisa dihimpun dan dikoordinasikan. Dengan demikian maka penyaluran dana CSR itupun kemudian bisa lebih tepat sasaran," kata Ingrid di Gedung DPR Jakarta, Kamis.

Dengan memasukkannya dalam UU Fakir Miskin, lanjut dia, maka pihak perusahaan dapat juga berkontribusi untuk mengentaskan kemiskinan.

"Kalau dana-dana CSR itu dikoordinir dengan baik, maka tentunya akan lebih efektif. Program pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan juga dapat terbantu dengan penyaluran yang efektif," kata istri Menteri UKM dan Koperasi Syarief Hasan.

Dalam kunjungan kerja Komisi VIII ke Bali, Pemprov Bali telah melakukan hal tersebut dengan sangat baik, dengan membentuk satu forum yang terdiri antara pemerintah daerah dan juga CSR perusahaan-perusahaan serta masyarakat.

"Dengan dana CSR itu mereka melakukan semacam proyek bedah rumah warga, pelatihan seni ukir dan sebagainya. Ini kan baik ada koordinasinya, dari sini kami mendapatkan inspirasi bahwa ini baik untuk dibuat di tingkat nasional," ujarnya.

Dana yang dikumpulkan itu, menurut Ingrid, bisa membantu program-program pengentasan kemiskinan, usaha kecil dan menengah dan berbagai hal pemberdayaan masyarakat lainnya seperti pemberian pelatihan-pelatihan yang berguna bagi masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup.

"Dana itu bisa digukan untuk macam-macam kegiatan demi peningkatan taraf hidup masyarakat," ujar anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat itu.

Aturan perundangan itu diperlukan karena banyak perusahaan yang memiliki komitmen membantu masyarakat namun juga tidak sedikit yang tidak memiliki kepedulian pada masyarakat sekitarnya. "Banyak perusahaan yang meskipun mendapatkan keuntungan dari lingkungan tempat perusahaan itu berdiri tidak memiliki kepedulian pada masyarakat sekitarnya, meskipun seringkali perusahaan tersebut mengganggu kehidupan masyarakat sekitarnya," kata Ingrid.

Mengenai besaran dan badan yang akan mengaturnya, Ingrid mengatakan besaran sumbangan tentunya bisa disesuaikan dengan kemampuan perusahaan sedangkan mengenai badannya. Sedangkaan kementerian Sosial bisa didayagunakan mengingkatkan pemberdayaan dana CSR ini. "Untuk itu juga diperlukan pengawasan yang ketat sehingga dana yang dihimpun untuk tujuan baik ini tidak diselewengkan," kata Ingried

Ketua Rombongan Panitia Kerja (Panja) RUU Fakir Miskin, Abdul Kadir Karding, menyatakan dalam waktu dekat ini Komisi VIII akan menggelar konferensi pers terkait hasil Kunjungan Kerja ke Australia dan China. “Mungkin 1 atau 2 hari lagi. Nanti akan dipublikasikan, bisa konferensi pers bisa juga dirilis ke media,” ujar Abdul seusai rapat internal dengan komisi VIII, Nusantara II, Selasa (10/5).

Saat ini, Komisi VIII sudah hampir selesai dalam mengolah hasil kunker terkait RUU Fakir Miskin ke China yang berlangsung pada 18 April-22 April 2011 dan kunjungan kerja ke Australia 26 April-2 Mei 2011. “Ini tengah dimatangkan, digabungkan antara Australia dan yang China. Ada beberapa yang bagus yang kita peroleh dan tidak kita temui di Indonesia secara spesifik,” tambahnya.

Ketua Komisi VIII itu pun menuturkan beberapa poin penting yang bisa diambil seusai kunker ke China dan Australia terkait RUU Fakir Miskin. Misalnya, ada salah satu lembaga Non Government Organization (NGO) di Australia yang mengusulkan Indonesia harus fokus kepada pembenahan perempuan. Kabarnya, penyelesaian masalah kemiskinan itu justru ada di perempuan. “Ternyata memberdayakan ibu-ibu rumah tangga itu bisa menyelesaikan banyak masalah itu poin penting yang bisa dimasukkan dalam RUU Fakir Miskin,” imbuhnya.

Sementara di Australia mereka memaparkan jika 30% total anggaran pemerintah itu untuk kemiskinan. Lanjutnya, sedangkan di Indonesia tidak ada standar anggaran. “Lalu, kalau di Australia mereka kan sudah mapan lembaga penjaminnya, kita harus meniru itu, kita harus mengompilasi semua seperti PNPM dan BPJS, nanti kita akan mengutamakan penanganan-penanganan pemberdayaan karena di negara maju rata-rata pemberdayaan agak lemah nanti kita akan kuatkan di pemberdayaan itu,” tutupnya. Makanya ia sangat berharap jika penuntasan RUU Fakir ini bisa diselesaikan dalam masa sidang ke-4 ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Tulis Komentar Anda