Selasa, 22 Juni 2010

Lembaga Survey Dalam Demokrasi Indonesia

Posting, Selasa 22 Juni 2010

Sejak dilaksanakannya pemilihan langsung Presiden pada tahun 2004, diikuti sejumlah daerah di Indonesia yang melakukan pemilihan kepala daerah secara langsung telah mendorong trend baru dalam kehidupan politik dan demokrasi di Indonesia. Yakni lahirnya ratusan konsultan politik yang mendampingi sang calon kepala daerah.
Sang calon tersebut menjadi percaya diri ketika dalam proses kampanyenya telah didampingi konsultan politik. Konsultan Politik atau kadang disebut sebagai 'dukun' politik yang dipercaya sang calon pun tak mungkin menyia-nyiakan kesempatan tersebut.

Didayagunakan secara maksimal kemampuan ilmiah Konsultan politik, dalam kerangka merebut kredibilitas konsultan dihadapan market politik Indonesia. Keberhasilan Konsultan Politik dalam memenangi suatu pertarungan politik dapat meningkatkan kredit point tersendiri bagi banyak calon kepala daerah. Keberhasilan konsultan politik dalam memenangkan sebuah pertarungan politik tidak lepas dari berperannya kelembagaan survey yang menjadi sub-divisi dari konsultan politik itu sendiri.

Data Survey digunakan sebagai acuan utama konsultan politik dalam menentukan kebijakan strategis terkait proses kampanye sang calon. Data Survey juga dapat digunakan sebagai evaluasi kinerja tim pemenangan secara keseluruhan serta memantau secara utuh pergerakan perilaku pemilih secara umum.

Metode Survey juga melahirkan asumsi baru tentang pemenang pemilihan langsung tidak dapat ditentukan secara konvensional semisal sang calon karena sangat dikenal masyarakat, sang calon memiliki darah ningrat dan lain sebagainya lalu dapat dipastikan kemenangan berpihak pada beliau. Data survey lah yang dapat secara rasional melakukan pemetaan dan dapatnya turut memberikan gambaran trend popularitas sang calon.

Saat ini survey politik telah menjadi kebutuhan utama dalam proses politik di Indonesia, yang pada akhirnya mendorong menjamurnya kelembagaan survey diseluruh Indonesia. Jika menurut Globalsurf.net, di Indonesia telah berdiri 37 Lembaga survey berskala nasional dan hampir 200an lembaga yang berskala daerah.

Lembaga Survey dan konsultan politik menjadi sebuah ladang bisnis yang menjanjikan dan bersifat jangka panjang. Nilai Investasi yang digunakan oleh kelembagaan survey sangatlah minim. Investasi terbesarnya adalah kredibilitas individu yang terlibat didalam kelembagaan konsultan politik tersebut.

Lembaga Survey
Survey politik semacam ini banyak digunakan di negara-negara demokrasi pada akhir perang dunia II atau pada akhir 1940-an. Kualitas hasil survey maupun presisinya hasil survey pun ditentukan oleh metodologi yang digunakannya maupun mekanisme kontrol periodik terhadap metodologi itu sendiri. Sejarah juga mencatat bahwa Negara Amerika Serikat mulai menjalankan survey politik ini pada akhir tahun 1940-an ini, pada awalnya banyak yang salah baik secara metodologis maupun pelaksanaan di lapangan, hal ini dikarenakan belum dikenalnya metodologi survey sosial yang baik. Akan tetapi lama kelamaan, keilmuan terhadap metodologi survey pun berkembang dan memiliki banyak ragam. Ditunjang oleh berkembangnya juga ilmu terapan politik, pemahaman perilaku pemilih, analisa sosiologis dan geopolitik serta beberapa ilmu terapan yang lain.

Lembaga yang paling bergengsi dalam sejarah politik Amerika Serikat (AS) adalah Gollup Poll, hal ini dikarenakan kemampuannya dalam meramalkan pemenangan pemilihan presiden satu minggu sebelum hari H Pemilihan Umum. Gollup Poll yang berdiri sejak tahun 1950, telah membawa dampak yang luas bagi perkembangan teknologi survey politik dalam proses demokrasi di Amerika Serikat. Saat ini Gollup Poll telah memiliki 6.500an surveyor lapangan dan 700an Peneliti Ilmu Sosial yang tersebar di seluruh negara bagian di Amerika Serikat. Bahkan Gollup Poll juga telah mendirikan kelembagaan sejenis di 17 negara di Benua Eropa.

Gollup Poll telah mengembangkan diri tidak sekedar bidang politik tetapi juga bidang sosial lainnya, seperti survey tingkat kemiskinan, survey tingkat kesenjangan ekonomi dan lain-lain. Hasil Survey Gollup Poll telah menjadi diktat khusus di kampus-kampus besar di Amerika Serikat dan Benua Eropa dalam menjelaskan angka maupun tabel keilmuan sosial secara umum.

Yang harus dicermati oleh konsultan politik atau lembaga survey adalah metodologi dasar yang digunakan dalam survey tersebut. Dalam karya ilmiah kontemporer sudah banyak menjelaskan tentang metodologi penelitian baik penelitian kualitatif maupun kuantitatif. Keduanya memiliki kebutuhan dan tujuan penelitian yang berbeda. Yaitu responden diambil secara acak dan sistematis serta diajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat netral dan diusahakan terhindar dari konflik kepentingan yang ada.

Lembaga Survey juga harus memperhatikan kualitas dari pewawancara lapangan yang harus memiliki integritas dalam menjaga kualitas kemurnian data yang didapatnya. Materi-materi yang disajikan dalam pelatihan pewawancara pun harus diarahkan pada kemampuan-kemampuan dalam membaca situasional peta politik dilapangan. Juga ditambahkan materi-materi yang terkait dengan keadaan sosial budaya masyarakat lokal yang turut mempengaruhi pengambilan keputusan politik elit politik lokal, sehingga dapat memperkuat hasil kesimpulan survey yang didapat.

Presisinya suatu data survey juga harus ditunjang dengan frekuensi survey lapangan yang dilaksanakan. Sangat diragukan hasilnya jika suatu daerah pemilihan yang memiliki jumlah pemilih diatas 1,5 juta pemilih hanya melaksanakan 2 atau 3 kali survey dengan interval waktu yang berdekatan. Artinya dibutuhkan perhitungan yang jelas tentang kebutuhan frekuensi survey lapangan itu sendiri. Mengingat kontrol kualitas juga membutuhkan waktu yang cukup dalam menilai kualitas hasil survey yang didapat.

Frekuensi survey pun bisa optional ditambahkan mengingat adanya pergerakan politik yang cukup tinggi. Hal ini mencegah perbedaan yang cukup tajam antara hasil survey sebelum terjadinya pergerakan politik dengan sesudahnya. Semisal lawan politik melakukan aktifitas pembangunan isu yang berdampak dahsyat pada perilaku pemilih maka sudah selayaknya sang calon melakukan survey ulang khususnya pada daerah-daerah basis. Akan tetapi jika terjadi stagnasi dalam sikap pemilih maka tidak dibutuhkan survey lapangan kembali.

Terdapat minimal dua jenis survey dalam mengukur kecenderungan pemilih, yang pertama adalah Survey Popularitas, yang mana survey ini bersifat kuantitatif dengan harapan memberikan gambaran yang utuh tentang angka popularitas sang calon. Yang kedua adalah Survey Elektabilitas, survey yang cenderung bersifat kualitatif, mengingat hasilnya mengarah pada keyakinan pemilih terhadap pilihannya. Kedua hasil survey tersebut dapat saling melengkapi sebagai satu kesatuan meninjau kecenderungan perilaku pemilih. Akan tetapi yang pasti adalah kedua survey tersebut sangat bertolakbelakang dalam tahapan pelaksanaannya. Para pewawancara harus secara tepat memperhatikan perbedaan materi pertanyaan yang diajukan kepada responden.

Kelembagaan survey di dalam kehidupan politik dan demokrasi di Indonesia mendorong juga kehidupan politik yang lebih transparan dan rasional. Tidak ada lagi asumsi-asumsi non rasional yang mengemuka dalam perhitungan politik. Metode-metode konvensional dalam strategi pemenangan pun mulai ditinggalkan seperti pengumpulan massa besar-besaran di suatu wilayah pemenangan tanpa memiliki data valid tentang arah keputusan politik masyarakat setempat.

Survey juga dapat secara cepat memantau pergerakan mesin-mesin partai politik pengusung sang calon, dalam artian suatu wilayah kerja mesin partai bisa tersajikan data yang jelas tentang kinerja terukur tentang capaian-capaian politik yang didapat oleh mesin partai politik. Dalam survey politik juga didapatkan manfaat yang lain, semisal pejabat yang tengah menduduki suatu jabatan tertentu (incumbent) dapat menjadikan hasil survey sebagai alat mengetahui posisi dirinya di mata publik dalam hal kinerja pemerintahannya. Selain itu bagi yang belum menduduki jabatan, hasil survey juga dapat mengukur tingkat popularitas dirinya sebelum pemilihan berlangsung.

Saat ini survey politik pun bisa digunakan untuk mengukur seberapa jauh tingkah laku para elit politik di Indonesia. Tidak sekedar pada suatu fase waktu saja akan tetapi bisa sepanjang kepemimpinannya berlangsung. Seperti yang digunakan oleh pemerintahan SBY saat mengukur dukungan publik terhadap dirinya yang dilakukan oleh beberapa konsultan politik kurang lebih 2 atau 3 bulan sekali. Oleh tim pemenangan Pemilihan Presiden SBY, data survey juga digunakan sebagai derajat elektabilitas SBY secara periodik.

Data Survey pemerintahan SBY itu pun bisa digunakan oleh lembaga-lembaga yang aktif dalam mengontrol kebijakan publik. Apakah Anda sebagai bagian proses pemilihan kepala daerah secara langsung hendak mempertimbangkan penggunaan metode survey sebagai bagian strategi pemenangan Anda? Semuanya bergantung pada opsi-opsi strategi pemenangan yang ingin Anda gunakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Tulis Komentar Anda