Jumat, 26 Juni 2009

Korelasi Ide dan Peradaban

Descartes, bapak filsafat modern, telah berhasil menyadarkan kembali manusia terhadap esensi dan bagian terpenting dalam diri manusia dengan ide "I Think Therefore I am"-nya, dan telah membuktikan pada manusia dengan kemajuan yang dicapai dunia barat dan dunia modern. Ide dalam pikiran Descartes adalah bagian inti yang menjadi ukuran existensi manusia: tanpa ide manusia mati, dan meskipun hidup, keberadaannya tidak memiliki makna, tidak berbeda dengan keberadaan batu dan pasir di sekitar kita. Teori ide ini telah banyak dibahas dan dikembangkan oleh para filosof, baik di era modern maupun post modern, sesuai dengan pengamatan dan pengalaman masing-masing filosof.

August Comte, pencetus dan penemu ilmu Sosiologi (1798-1857), membagi perjalanan manusia menjadi tiga era: era ke-Tuhanan, era Metafisik, dan era realita. Pada masa awalnya, manurut Comte, pikiran manusia disibukkan untuk mencari misteri asal dan arah alam ini bergerak dan menghasilkan kesimpulan akan adanya Tuhan sang pencipta, yang ia sebut sebagai era ke-Tuhanan. Namun era ke-Tuhanan ini memiliki tiga fase lain: fase Fetiehism, ini adalah awal, yang menganggap bahwa semua benda memiliki jiwa dan roh seperti manusia. Fase ini ditandai dengan era penyembahan terhadap alam seperti pohon, batu, dan benda mati lainnya. Aliran ini disebut Pantheism. Fase kedua: fase penyembahan terhadap banyak Tuhan. Manusia tidak lagi menyembah pohon dan batu atau benda keramat lainnya, melainkan sudah meulai berpikiran akan adanya Tuhan di luar sana. Karena pikiran manusia terbatas, pada era ini, maka segala "sifat" memiliki Tuhan; terciptalah Tuhan perang, Tuhan pemusnah, Tuhan kebaikan, Tuhan kecantikan, atau yang kita sebut Dewa dan Dewi dalam bahasa Indonesia. Sedangkan fase ketiga, dalam era ke-Tuhanan, adalah kesadaran manusia akan adanya Tuhan yang mutlak, Tuhan yang berada di atas segala-galanya; maka timbullah agama yang disebut monotheism, atau ajaran yang menganut satu Tuhan.

Setelah manusia selesai era ke-Tuhanan ini, menurut Comte, manusia memasuki era metafisik (yang menurut saya tidak ada perbedaan antara keTuhanan dan metafisik, karena Tuhan masuk dalam pembahasan Metafisik). Metafisik ini adalah pembahasan terhadap sesuatu yang didasarkan pada kekuatan imaginasi dan khayalan, dan selalu memandang sesuatu pada esensi atau isi yang terkandung dalam setiap benda; dia tidak memandang sesuatu secara lahir atau penampilan, malainkan melihat secara batin atau hikmah di balik sesuatu berdasarkan khayalan dan imaginasi.

Sedangkan era terakhir yang dijalani manusia, dalam sejarah kebuadayaannya, adalah era realita yang berdasarkan pada empiris dan alam nyata; dan yang menjadi ukuran atas segala sesuatu adalah panca idra manusia, tidak ada lagi keTuhanan dan Metafisik; dan yang ada hanya yang bisa kita raba dan kita saksikan. Hal ini ditandai dengan kemajuan teknologi dan science serta peralatan-peralatan yang canggih.

Agak sedikit berbeda dengan Comte, saya memiliki pandangan lain akan perkembangan ide dan pikiran manusia. Saya menilai manusia dari sisi ide "materialism," karena bagi saya materi adalah ukuran kemajuan dalam sejarah peradaban manusia. Kemajuan suatu bangsa diukur dengan kemajuan materi.

Pikiran manusia dalam dunia materi terbagi menjadi tiga, dan yang tiga ini adalah proses perjalanan manusia di manapun berada dan kapanpun ia hidup (tidak seperti ide Comte yang meratakan manusia pada era tertetu); bisa terjadi saat ini secara bersamaan, dengan tempat dan individu yang berbeda, atau di masa lalu dan masa yang akan datang: "ide pre-materialism, materialism, dan post-materialism."

Pre-materialism adalah pikiran yang selalu mengarah kepada hal-hal biasa, yang tidak perlu pikiran dan ide; hal ini dimiliki oleh semua binatang, baik yang berpikir seperti manusia, maupun yang tidak berpikir seperti binatang piaraan kita. Pikiran manusia pre-materialism hanya terbatas pada basic need and materials, atau yang kita sebut dengan kebutuhan pokok dalam bahasa Indonesia, yang meliputi: makan, minum, tempat tinggal atau tidur, dan segala hal yang bersifat basic. Jika manusia masih berpikiran tentang basic materials, berarti ia masih berada pada tingkatan terendah dalam peradaban manusia.

Sedangkan tingkatan kedua adalah materialism. Hal ini adalah keberadaan manusia untuk mengejar materi dan memperkaya diri. Setelah manusia terlepas dari pre-materialism, dia memasuki daerah atau dunia materialism dan akan berlomba-lomba untuk menumpuk kekayaan. Fase ini sangat berbahaya, kerena manusia menganggap materi sebagai tujuan hidup; dan manusia pada tingkatan ini tidak akan segan-segan untuk mengorbankan segala yang ia milik, termasuk jiwanya sendiri, untuk mendapatkan materi ini. Hal ini selalu ditandai dengan kerusakan moral, kecurangan, dan korupsi di mana-mana.

Namun setelah manusia melewati fase meterialism ini, ia akan mencapai tangga selanjutnya, di atas materialism, yang disebut dengan post-materialism, di mana manusia tidak lagi menganggap materi sebagai tujuan melainkan hanya sarana untuk kemajuan manusia secara keseluruhan, yang kita kenal saat ini dengan era "Humanity." Manusia sudah tidak disibukkan dengan pikiran mencari materi, karena sudah tercukupi, dan yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana dia melayani dan memajukan kemanusiaan.

Rumus yang berlaku adalah H=P

H=Harta
P=Peran

Besar harta sama dengan besar peran yang kita lakukan dan kita sumbangkan pada
masyarakat atau society. The more people you serve, the more money you get.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Tulis Komentar Anda