Senin, 07 November 2011

Kota Misterius "Wentira" di Palu

Konon hanya orang yang mampu melihat hal-hal gaib-lah yang bisa melihat kalau ternyata ada sebuah jembatan mewah yang merupakan pintu gerbang untuk masuk ke Kerajaan mistis Wentira.
Untuk masuk ke Wentira, tidak sembarangan, hanya yang dikehendaki dan diizinkan oleh penghuni Wentira yang boleh masuk. Nah paman teman saya ini termasuk orang yang diizinkan, karena dia melakukan ritual-ritual ditemani oleh orang2 pintar di sekitar daerah itu.

Sementara kalau orang yang dikehendaki biasanya orang yang katanya kalau lewat tidak permisi (kulo nowon) dulu, lewat dengan sombongnya, dan biasanya yang seperti ini tidak pernah lagi kembali keluar. Pernah ada kejadian mobil melintas di tengah jembatan tetapi sebelum sampai diujung jembatan sudah keburu menghilang, kata penduduk skitar masuk kedalam Wentira.
Menurut cerita paman teman saya itu alam di dalam Wentira didominasi warna kuning keemasan dimana penghuninya hidup sangat sejahtera dan tidak ada yang miskin, kehidupan disana laiknya kehidupan normal, semua ada baik gedung, kendaraan dll tapi semuanya serba mewah.
Menurut cerita orang2 di sekitar pegunungan Sulawesi Barat yang katanya juga masuk kedalam area Wentira, kadang2 ada penghuni Wentira yang keluar untuk berbelanja di pasar2 tradisional, ciri-cirinya tidak ada garis pemisah diatas tengah bibir seperti layaknya manusia normal, kalau mereka muncul tetap dilayani tetapi tidak ada yang berani mengganggu.
Mungkin nama ‘Wentira’ di kota-kota lain dianggap biasa, namun berbeda hal nya apabila nama ini di dengar oleh masyarakat yang berada di Pulau Sulawesi Tengah.
Wentira merupakan lokasi yang berada di Kebun Kopi (lintas Trans-Sulawesi). Wentira sendiri menurut beberapa kesaksian orang-orang yang mengaku pernah ke sana mengatakan kalau Wentira merupakan suatu kota yang sangat teramat indah dengan ciri khas warna kuning.
Namun yang sebenarnya sesuai dengan yang saya lihat langsung, Wentira sebenarnya hanya daerah berhutan lebat, jauh dari mana-mana, di antara Palu-Parigi, di lintas jalan yang disebut orang sebagai Trans-Sulawesi. Pohon-pohon raksasa tumbuh di pinggir jalan, dengan bentuk batang besar, putih, cenderung lurus, menjulang sangat tinggi seakan ingin menggapai langit. Batang pohon itu begitu lurus, dan baru di bagian sangat atas di ketinggian, tumbuh dahan dan cabangnya dengan daun-daun yang menjadi sangat kecil-kecil kalau dilihat dari bawah.
Konon, tak ada seorang pun berani menebang pohon seperti itu.
Sebenarnya banyak sekali kesaksian-kesaksian dari orang-orant yang mengaku pernah jalan-jalan ke Wentira, misalnya salah satu contoh yang paling terbaru yang saya dengar adalah ada seseorang yang memesan sebuah mobil BMW i series warna kuning dengan memberikan alamat “WENTIRA”.
Dan hebohnya, yang memesan itu adalah “seorang pria tua” tanpa ada keanehan sama sekali menurut sales promotion perusahaan tersebut.
lalu setelah di mobil tersebut di antar, ternyata tempat yang mereka datangi hanyalah hutan lebat.
Banyak juga warga di sekitar Wentira mengatakan, apabila ada kendaraan lewat daerah tersebut harus membunyikan klakson 3X agar perjalanan mereka lancar sampai tujuan.
Walaupun cerita ini seperti tak mungkin, namun saya sarankan agar kalian jalan-jalan untuk melihat langsung lokasi dari Wentira ini & kalian akan merasakan sendiri kengeriannya.

Cerita mengenai keberadaa komunitas “jin” Uwentira beredar cukup luas di kalangan masyarakat Palu. Mendengar kata Uwentira atau Wentira, mereka merujuk pada cerita, kisah maupun mitos soal keberadaan komunitas yang tak kasat mata ini. Hanya sedikit orang yang bisa melihatnya bahkan bisa berkomunikasi dengan warga Uwentira yang sering muncul bahkan di pasar-pasar di Palu dan sekitarnya. Kawasan Wentira ini oleh kalangan paranormal di Indonesia, memang dikenal sebagai salah satu wilayah paling angker di seluruh pelosok nusantara
Demi menjawab rasa penasaran banyak pengunjung, saya ingin membagikan cerita 3 teman saya berikut ini. Kebetulan mereka saya kenal karena bertemu langsung.
1. Cerita Sulwan Dase
To Wentira (ditulis Uwentira), demikian masyarakat Palu menyebut komunitas ini. Terletak disebuah kawasan yang bernama Wentira. Orang Toraja kuno menyebutnya To Wae Ntira. Menurut beberapa kawan menceritakan pengalaman mereka saat bertemu dgn orang2 To Wentira. Katanya, kita seolah-olah terombang-ambing diantara dunia nyata dan dunia maya, rasionalitas, dan supranatural. Bingung bercampur takjub. Antara percaya dan tidak percaya.
Menurut mereka yang pernah ke “Kota Wentira”, kota itu sangat modern, dgn peradabana yang sangat luar biasa. Semua jenis kendaraan ada disana (termasuk MRT). Masyarakatnya makmur dan serba berada. Yang menjadi persoalan adalah, pintu masuk ke kota tsb. Hampir tak satu orang pun bisa menjelaskn secara pasti lokasi jalan masuk. beberapa menjelaskan bahwa pintu masuk degan kendaraan roda dua dan mobil adalah melalui sebuah jembatan beratap. Jembatan ini sebenarnya menjembatani sebuah sungai yang membentang. Secara logika, bila kita masuk ke ujung satu pastilah bisa tiba di ujung satunya. Namun keanehan terjadi. Kadang2 ketika sebuah mobil memasuki ujung jembatan, mobil itu tdk pernah lagi keluar di ujung satunya. Beberapa hari kemudian, biarlah pengendara mobil itu bercerita bahwa mereka baru saja pulang dari Kota Wentira, di mana segala sesuatunya ada disana.
Wow…persoalannya, di bagian mana dari jembatan itu yg menjadi pintu masuknya? Sebab mobil tsb ketika memasuki jembatan, menghilang begitu saja dari pandangan mata….Sewaktu saya bertanya kepada beberap kawan yg pernah kesana, mengatakan, tempat itu sangat luar biasa. Namun tdk ada lagi yg berani kesana…
2. Cerita LES Kala’tiku
Saya ingat suatu kejadian aneh yang saya dengar dari bapak saya sendiri. Waktu itu Bapak mempunyai proyek di daerah lokasi wentira. niatnya sih jalan2 di jembatan itu tapi pas memasuki mulut jembatan menurut teman proyeknya mobil truk yang pakai teman saya dan supirnya tiba2 hilang seakan2 di telan oleh jembatan itu. terus terang ini tidak masuk di akal tapi kenyataan terjadi. tapi sayang teman kantor sya ini tidak mau menceritakannya pak jadi jujur saya juga jadi penasaran dengan cerita teman saya yang katanya kota itu luar biasa modern. yah antara kenyataan dan fiksi..
3. Kesaksian PS Patandung
To wentira menurut orang Kaili (Suku asli di Sulteng) ada di sekitar kebun kopi ( Jl poros tawaeli – Toboli ) di jalan poros tersebut ada satu jembatan yang masih ada sampai sekarang. Konon katanya, masih buatan Belanda. Di sampingnya ada satu jembatan jembatan beton yang digunakan konon tahun 1980-an setiap kendaraan yg lewat wajib memberi kode lampu atau setidaknya klakson sebagai tanda permisi mau lewat.
Saya sudah beberapa kali melewati kawasan Kebun Kopi yang disebut-sebut dua teman terakhir ini. Kawasan ini dikenal cukup berat, menanjak dengan kemiringan tajam. Belum lagi sering terjadi longsong. Jembatan itu masih ada, dan bahkan sekarang ada sebuah tugu berwarna kuning bertuliskan NGAPA UWENTIRA. Ngapa dalam bahasa Kaili berarti Kampung,Negeri atau Kota. Uwentira berarti tidak kasat mata. Jadi NGAPA UWENTIA berarti Kota UWENTIRA.

Pengakuan !!

SESEORANG yang mengaku baru pulang dari tanah paling suci tiba-tiba muncul di kantor Andy. Dengan tutur kata memikat tiada tara yang membuat semua lawan bicara kehilangan kata-kata, ia meminta Andy untuk mengunjungi Wentira, daerah yang dipastikan bakal membuatnya jatuh cinta.
Anda boleh percaya atau tidak, tetapi hampir semua orang di wilayah Palu, Parigi, termasuk kabupaten baru bernama Parimot (Parigi Motong), tempat dalam lintas daerah-daerah tersebut Wentira berada, percaya bahwa kisah ini benar-benar terjadi. Mereka percaya, Wentira, daerah paling wingit di wilayah setempat -sebagaimana beberapa kali pernah terjadi- lagi-lagi mengirimkan makhluknya muncul dari alam maya, dan kali ini yang disatroni rupanya Andy, seorang arsitek, urban designer atau perencana kota yang dikenal dengan proyek-proyeknya yang modern.
Wentira sebenarnya hanya daerah berhutan lebat, jauh dari mana-mana, di antara Palu-Parigi, di lintas jalan yang disebut orang sebagai Trans-Sulawesi. Pohon-pohon raksasa tumbuh di pinggir jalan, dengan bentuk batang besar, putih, cenderung lurus, menjulang sangat tinggi seakan ingin menggapai langit. Batang pohon itu begitu lurus, dan baru di bagian sangat atas di ketinggian, tumbuh dahan dan cabangnya dengan daun-daun yang menjadi sangat kecil-kecil kalau dilihat dari bawah. Konon, tak ada seorang pun berani menebang pohon seperti itu.
Di antara kesenyapan hutan, rimbunnya semak-semak di pinggir jalan, terdapat jembatan tak seberapa besar. Persis jembatan berikut jurang dan ngarai tajam di sekitar situlah dipercaya orang sebagai "pusat Wentira", negeri jin dan para lelembut, yang lewat berbagai cerita, dikatakan penghuninya sering keluar dari dunia mayanya, masuk dan menyatu dalam kehidupan manusia sehari-hari.
"Wentira..." Orang terkesiap ketika Andy menunjukkan kartu nama, yang memang tertulis "Wentira" sebagai alamat si empunya nama. Semua orang yang mengenal Wentira termangu-mangu, merinding mendengar cerita Andy yang begitu yakin, bahwa dia bukan saja berhubungan langsung dengan orang yang mengaku dari Wentira, tetapi beberapa kali ia mengunjung Wentira, tinggal di sana beberapa waktu, bahkan telah menyelesaikan proyek yang tiada terkira artinya baginya.
"Tahukah Mas Andy apa itu Wentira?"
"Ya, saya tidak mengira bahwa di Palu ada daerah seramai dan semodern itu," kata Andy.
Mati, Mas Andy telah percaya pada eksistensi dunia maya sebagai benar-benar ada, tangible seperti kartu nama yang dipegangnya. Lanjut Andy, seperti mimpi, "Tak ada dalam bayangan saya, bahwa saya bakal bisa menjumpai kota abad 21 seperti Paris-La Defense di situ. Taman kotanya mengingatkan saya pada Parc Culturel Urbain de la Villette, dengan monumen berupa tangga merah melingkar yang oleh orang sana disebut Folies. Sejarah masa depan arsitektur seakan telah dimulai dari situ, dalam bentuk arsitektur virtual, arsitektur maya, sesuatu yang hanya dimungkinkan perencanaannya setelah kemajuan proses komputer..."
Pendengarnya takjub, sekaligus makin tidak paham. Mereka geleng-geleng kepala. "Anak ini benar-benar telah dibawa jin ke Wentira..."
***
BEGITULAH, konon orang yang mengaku baru pulang dari tanah paling suci tadi, meminta Andy untuk datang ke Wentira, untuk membangunkan rumah baru baginya.
"Saya tidak pernah membangun rumah tinggal pribadi Pak...," kata Andy sopan, menolak secara halus tawaran orang itu.
"Tapi Pak Andy arsitek?"
"Ya, tetapi kegiatan saya lebih banyak pada perencanaan kota," ujarnya. Ia ingin menerangkan lebih lanjut, bahwa dia adalah urban designer, dengan proyek-proyek begitu luas lingkupnya, dari penataan kembali ruang kumuh bagi masyarakat miskin sampai pembangunan kota modern untuk lokasi perkantoran dan bangunan-bangunan komersial, tetapi ia pikir itu semua kurang ada gunanya.
Yang diajaknya bicara, tersenyum arif. "Kalau begitu tidak apa-apa. Pak Andy tidak perlu merasa punya beban atas permintaan saya. Saya selalu merasa, bisa berkenalan dengan seseorang saja sudah suatu berkah, melebihi apa saja, apalagi hanya dibanding rumah. Oleh karenanya saya akan mengundang Pak Andy ke Wentira saja. Nanti seseorang akan menyediakan tiket. Pak Andy bisa berangkat kapan saja, pokoknya tinggal beri tahu kami, dan nanti kami akan menjemput di airport. Belum pernah kan, ke Wentira? Anggaplah ini hanya ajakan berpiknik dan berteman, tidak ada yang lain...," ucap tamunya santun.
Andy yang halus perasaannya, tidak berkutik. Dia tarmangu-mangu memandang tamunya yang datang seperti angin, dan berlalu sebagai angin pula. Langkahnya begitu ringan seperti rase terbang. Bau tubuh yang ditinggalkannya adalah wangi hutan ketika dunia -dalam bahasa Andy sendiri-masih terjaga oleh matriks pusat-pusat kosmos yang sakral. Ia teringat aurora alam yang membesarkan dirinya, berupa candi-candi yang sebenarnya merupakan Mehru -pusat kosmos yang merupakan sumbu bumi yang menjulang ke atas menggapai surga tertinggi. Pesan hidup seperti itulah yang telah membawanya menjadi seorang arsitek, yang urusannya kemudian bukan membangun rumah, melainkan ingin membawa manusia menuju ke kemuliannya lewat lingkungan yang terjaga keseimbangan kosmosnya.
Mendadak dia menangkap suatu hawa yang seakan menyedotnya untuk segera hadir di Wentira. Entah nyata atau tidak ini semua, ia sendiri merasa datang ke Wentira dengan naik pesawat dengan tiket yang sudah disediakan, dan di airport sudah tersedia mobil bagus barikut sopir menjemputnya.
Pengalaman berikutnya dirasakannya sebagai mimpi. Ia nyaris tak mempercayai penglihatannya, bahwa Wentira adalah daerah ultra modern yang padanannya hanya bisa dia dapat pada referensi baik ketika ia sekolah mengenai sejarah urban dan desain di Wisconsin, Amerika, ataupun pada perencanaan urban dan regional di Glasgow, Inggris.
Dia melihat piramid kaca dengan konstruksi besi yang dibangun dengan berani dan manis, sebagai bagian pintu masuk dari bangunan besar yang kata si sopir, tempat menyimpan barang-barang berharga, dari patung Medusa karya Gericault, sampai ke maket sebuah museum di Berlin karya Daniel Libeskind yang merupakan tonggak bangunan paska-modernisme. Seketika Andy merasa kecil, dan menyesali belaka atas impresi yang hendak ia tunjukkan pada tamu yang telah mengundangnya ke Wentira ini.
"Siapa sebenarnya dia? Dan daerah apa pula ini?" kata Andy dalam hati.
Tempat tinggal orang yang mengundangnya itu sendiri berupa bangunan dengan facade boleh dikata terdiri hanya dari tiga elemen: kaca, besi, dan sesuatu yang serba putih, entah apa materinya, ia kurang mengenalinya. Sepintas ia teringat Georges Pompidou Centre di Paris. "Semua bentuk ini mengambil primary form. Ia mengonsepkan bangunan ini dalam era modernisme," ucap Andy, lagi-lagi hanya dalam hati. Ia mengamati segalanya dengan gumun. Bisiknya, "Benar, primary form. Yang ada hanya bentuk kotak-kotak seperti lukisan Picasso, serta warna-warna dasar seperti dipakai Mondrian."
Pikirannya masih melayang ke mana-mana, ketika dia dikejutkan oleh sambutan tuan rumah yang luar biasa hangat.
"Sampai juga kan, di sini. Jangan merasa sebagai tamu, dan jangan sungkan untuk menunjuk atau melakukan apa saja yang Pak Andy suka," kata si tuan rumah. Di rumah yang seperti "miniatur Georges Pompidou Centre' ini rupanya tinggal keluarga besar. Tuan rumah mengenalkan istri, anak, saudara istri, keponakan, dan lain-lain yang sulit diingat Andy satu-persatu. Yang jelas, wajah mereka tampan-tampan dan cantik-cantik.
Ia dijamu berbagai makanan, yang katanya merupakan makanan khas setempat. Ada sup sumsum sapi yang bernama kaledo, minuman yang sangat mengesankan rasanya, disajikan dalam keadaan hangat, bernama saraba, dan lain-lain. Belum lagi lobsternya, yang terasa tak ada duanya. Benar-benar santapan raja. Berangsur-angsur Andy merasa betah. Ada proses sedemikian rupa yang tidak dia pahami, dimana dia kemudian merasa seperti di rumah sendiri.
Pagi hari, seiring sarapan, kepadanya disajikan juice buah-buahan seperti wortel, jeruk, yang kesegaran buah-buahannya lagi-lagi mengingatkannya ketika dia bersekolah di Amerika dan Inggris. Akhirnya, dia tak bertanya-tanya lagi, di mana dia ini sebenarnya. Ia hanya tahu, ini Wentira -sebuah daerah ultra modern yang untuk sebagian orang barangkali hanya dianggap mimpi. Dia menerima Wentira dengan segenap jiwa, menerimanya sebagaimana adanya...
***
DUNIA wadag manusia dan dunia maya entah alam mana, gagasan paling scientific dan mimpi, bertaut-taut menjadi satu. Para staf dan pegawainya di kantor agak heran setiap kali "bos"-nya itu memberi briefing mengenai proyek di Wentira. Tidak seperti pada proyek-proyek yang lain, setiap kali bicara mengenai Wentira, si bos berubah menjadi pendongeng, dengan dongeng yang memukau. Sampai-sampai, staf andalannya, arsitek wanita paling cantik sekantor, mengaku terbawa mimpi tentang Wentira.
"Pak, saya ingin ikut ke Wentira, menginap di sana," kata staf tersebut.
"Hush...," Andy menukas.
Sekian waktu kemudian proyek tersebut terselesaikan. Ketika ia menyerahkan bangunan yang telah selesai kepada pemesannya, sebenarnya Andy masih ditahan untuk tidak meninggalkan Wentira. Diam-diam, keluarga besar itu ingin menjodohkan Andy dengan putri setempat, salah satu kerabat mereka, yang belum menikah.
"Dia cantik, seperti bintang film Maggie Cheung," katanya. "Namun saya tidak tertarik, karena wanita semacam itu terkesan galak di mata saya. Suka menggampar, menyiram air ke muka orang, bahkan seperti dalam film, diceritakan dia hendak membunuh raja. Saya tidak suka wanita yang galak. Saya mencari wanita yang romantis...," kenang Andy sambil tertawa.
"Untung Mas Andy tidak mau dijodohkan di situ. Kalau mau, Mas Andy tidak akan pernah kembali ke dunia nyata," komentar orang yang mendengar ceritanya.
Semua orang menganggap, dunia yang diceritakan Andy adalah dunia gaib, dunia alam maya yang tidak ada di dunia nyata. Sebaliknya, Andy percaya sepenuhnya, bahwa Wentira adalah dunia nyata, bahkan sampai "Maggie Cheung" tadi pun benar-benar ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Tulis Komentar Anda