Jumat, 03 September 2010

Buntut Dialog Publik "Karebosi" Yang Anarkis

Tindak kekerasan dan keributan yang terjadi pada diskusi publik Karebosi sebagai Meeting Point di Studio Mini Redaksi Fajar Selasa 31 Agustus lalu, terus berbuntut. Komisaris Utama PT Media Fajar sekaligus Pendiri Harian Fajar, HM Alwi Hamu, menginstruksikan agar kasus ini dilaporkan ke polisi.

"Saya kecewa dan mengecam keras aksi premanisme di kantor Fajar. Ini rumah kita yang siapa pun tidak boleh berbuat kekerasan di sini. Pelaku dan orang-orang yang menggerakkan mereka harus bertanggung jawab. Mereka jelas datang bukan untuk berdiskusi tapi sengaja mau ribut," tegas Alwi Hamu yang baru saja pulang dari Safari Ramadan Jawa Pos Group di Wilayah Jawa Barat, malam tadi.

Menurut Alwi, apapun alasannya, premanisme dan aksi kekerasan tidak boleh diberi ruang untuk berkembang. Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin, sebutnya, harus memberi contoh dengan tidak membiarkan para preman bebas berkeliaran di sekitarnya.

"Buat apa membuat kesepakatan dengan kampus-kampus untuk menghentikan dan menghilangkan anarkisme di kampus, kalau di sekeliling wali kota sendiri masih berkeliaran para preman. Itu tidak mendidik namanya," ujar mantan Ketua PWI Sulsel itu.

Sikap dan langkah hukum Alwi mendapat dukungan dari kalangan DPR RI. Anggota Fraksi Partai Hanura Akbar Faizal yang mengaku mendapat informasi atas keributan pada diskusi di Studio Mini Redaksi Fajar, ikut mengecam tindakan para preman tersebut.

"Ketika bangsa ini dilanda banyak persoalan, jangan lagi ditambah dengan aksi-aksi kekerasan yang tidak perlu. Budaya kekerasan adalah tindakan dan bahasa barbar yang harus dienyahkan dari kehidupan kita," ucap Akbar Faizal.

Menurutnya, ruang-ruang berdemokrasi seperti digiatkan Harian Fajar terkait prokontra revitalisasi Karebosi, harusnya ditumbuhsuburkan. Bukan sebaliknya, berusaha dihentikan lewat tindakan kekerasan dan budaya barbar.

"Kita tidak bisa begini terus. Seharusnya kita tidak di situ (budaya kekerasan, red) lagi. Kita harus menumbuhkan semangat berdemokrasi yang menghargai perbedaan," tegasnya.

Dengan tetap memelihara budaya kekerasan, sebut mantan wartawan ini, berarti kita berbalik dan mundur lagi ke belakang ratusan tahun. "Sebagai orang berpendidikan, mari kita berdebat dan adu argumentasi. Bukan beradu otot. Sebab beradu otot itu adalah orang-orang gagap dan merupakan perilaku primitif," tegas Akbar. Ditangani Polda Siang kemarin, jurnalis MajalahVersi.Net, Mayzir Yulanwar, 39, yang menjadi korban pemukulan saat diskusi Karebosi di Studio Mini Redaksi Fajar, resmi melapor ke Polda Sulsel. Saat melapor pukul 14.14 Wita, Mayzir didampingi sejumlah kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar. Mereka diterima Kepala Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) A, Ipda Mansur S.

Dalam laporannya yang teregister dengan Nopol LBP/225/IX/2010/SPK, Mayzir mengadukan Japri Y Timbo sebagai salah satu pelaku penganiayaan. Dalam uraian kejadian singkat, Mayzir mengaku bahwa Japri Y Timbo meninju kening kirinya saat menyampaikan hasil investigasi masalah lapangan Karebosi.

Usai menerima laporan resmi Mayzir, Kepala SPK A Mansur S menegaskan akan secepatnya mengambil langkah hukum. "Kita akan segera lakukan penyelidikan hingga para tersangka pelaku penganiayaan lainnya ditemukan," janji Mansur.

Seperti diberitakan sebelumnya, tindak kekerasan menimpa Mayzir Yulanwar saat mengikuti diskusi publik "Karebosi sebagai Meeting Point" di Redaksi Harian Fajar. Kejadian tidak perlu itu bermula saat Mayzir menyampaikan sejumlah hal terkait tema diskusi.

Karena tidak terima dengan ungkapan-ungkapan Mayzir, sejumlah orang yang belakangan diketahui berinisial SG, AT, dan JYT, berusaha menghentikannya. Yang pertama mendekatinya adalah SG disusul AT. SG pulalah yang mengambil mikrofon di tangan Mayzir, disusul AT "mencolek" pipinya.

Ulah SG dan AT itu memicu kekerasan berjemaah dari kelompok yang pro langkah pengembangan Karebosi di bawah kendali PT Tosan Permai Lestari. Massa yang tak terkendali tidak hanya menyerang Mayzir hingga terpojok ke dinding, tapi juga membuat Abdul Razak Djalle, salah seorang pembicara terjerembab ke lantai.

Sebelumnya, tepatnya pada Rabu malam 1 September, Fajar secara resmi telah pula melayangkan pernyataan protes resmi, langsung pada Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin. Protes tertulis itu disampaikan saat wali kota menyampaikan permintaan maaf langsung ke redaksi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Tulis Komentar Anda