Perilaku anggota DPR periode 2009-2014, sepertinya semakin aneh-aneh, setelah ada
yang kepergok menonton situs porno, mabuk, dan salah menyebut alamat email, yang terakhir adalah anggota Komisi X mendadak menjadi 'Madridista' (julukan untuk pendukung Real Madrid FC). Mereka mendadak 'Madridista', sebab mereka menggunakan waktu studi banding di Spanyol, untuk mengunjungi Stadion Santiago Bernabeu, stadion milik Real Madrid FC.
Menjadi 'Madridista' tentu tidak ada yang melarang, yang dilarang adalah melakukan
kegiatan di luar agenda yang dijadwalkan. Setelah terkesima dengan megah dan auranya Stadion Santiago Bernabeu, mereka malah berkeinginan untuk bertemu dengan pengelola stadion dan manajemen Real Madrid FC. Jelas saja keinginan mereka tidak bisa terpenuhi.
Alasannya, selain Real Madrid FC sibuk mempersiapkan laga melawan Barcelona FC, juga dikarenakan pengelola stadion dan manajemen Real Madrid tidak menerima permohonan audensi dari 'Madridista' cabang Senayan jauh-jauh hari. 'Madridista' cabang Senayan itu ingin bertemu dengan pengelola stadion dan Real Madrid karena spontanitas saja ketika berada di Madrid.
'Madridista' cabang Senayan itu bisa jadi hanya ingin bertemu dengan Jose Mourinho, Cristiano Ronaldo, Mesut Oezil, Sami Khedira, dan pemainnya lainnya, kemudian foto bersama, puas deh. Apa yang dilakukan oleh anggota Komisi X DPR itu syah-syah saja bila ingin belajar mengenai perkembangan sepakbola di negara yang memang menjadi kiblatnya sepakbola dunia.
Namun mereka ingin belajar sepakbola kepada Real Madrid FC dan pengelola Stadion Santiago Bernabeu karena aji mumpung saja, kebetulan saat di Spanyol. Mungkin kalau saat di Liverpool mereka akan menjadi 'Liverpudlian' (sebutan pendukung Liverpool FC), kalau di Milan mereka akan menjadi 'Interisti' (sebutan pendukung Inter Milan), dan bisa saja kalau mereka ke Surabaya akan menjadi 'Bonek'.
Benar saja anggota DPR itu saat studi banding menghamburkan uang saja, dan tentu
kunjungan Stadion Santiago Bernabeu yang memakan uang negara itu tidak akan dilaporkan. Sebab mereka akan beralasan kunjungan itu tidak masuk dalam anggaran, meski sebenarnya mereka telah menggunakan anggaran itu kunjungan yang tidak dijadwalkan itu.
Pastinya uang yang digunakan saat kunjungan ke Stadion Santiago Bernabeu, Spanyol,
itu memakan miliaran rupiah. Bandingkan saja Piala Dunia 2010, di Afrika Selatan, sebanyak 60 orang pengurus PSSI berangkat ke negara itu untuk menonton final piala dunia. Diberitakan untuk memberangkatkan sebanyak 60 orang pengurus PSSI itu, badan sepakbola Indonesia itu telah memesan 80 tiket untuk paket perjalanan ke Afrika Selatan. Satu paket dikabarkan berharga Rp 95 juta yang meliputi biaya perjalanan, penginapan, tiket masuk dan lain-lain. Total pengeluaran menghabiskan Rp7,6 miliar.
Mengapa anggota DPR suka melakukan studi banding dan ternyata saat di negara tujuan
mereka sering berubah jadwal dan berubah tujuan?
Pertama, beratnya beban kerja mereka sehingga mereka tidak mampu menyelesaikan pekerjaan itu. Untuk berkilah, berdalih, atau mengalihkan perhatian atas ketidakmampuan bekerja, mereka melakukan plesiran atau jalan-jalan. Kita tahu betapa beratnya produk legeslasi yang harus dikerjakan oleh anggota DPR.
Beban itu sepertinya tidak bisa diatasi oleh mereka, dan untuk menghilangkan stres mereka melakukan plesiran dengan alasan studi banding atau lawatan. Mereka memilih studi banding ke luar negeri, sebab kunjungan di dalam negeri bagi mereka sudah biasa, dan tempat wisata dalam negeri bagi mereka sudah tidak menarik lagi.
Kedua, anggota DPR itu menggunakan aji mumpung. Mumpung perjalanan keluar negeri itu anggarannya dianggarkan maka anggaran itu harus digunakan, bila perlu dihabiskan. Mereka berpikiran, "Saya tidak akan mungkin melakukan perjalanan keluar negeri yang memakan biaya tinggi bila harus merogoh dari kantong sendiri". Untuk itu mereka dengan semangat melakukan kunjungan ke luar negeri meski output yang akan dihasilkan tidak mereka pikirkan.
Ketiga, bukti dari perjalanan mereka ke luar negeri sebagai sebuah pelesiran, kepulangan mereka ke Tanah Air selalu menenteng tas yang berisi barang-barang produk asing atau foto kenangan saat di 'landmark-landmark' negara tujuan. Di sisi lain hasil dari lawatan atau studi bandingnya itu tidak pernah nampak. Sudah berapa kali anggota DPR melakukan kunjungan ke luar negeri tapi fungsi DPR tetap begitu-begitu saja.
Buktinya, dalam periode 2009-2014, sebuah catatan menunjukan produktivitas
anggota DPR dalam setahun pertama masa tugas periode 2009-2014 masih sangat rendah, baru menyelesaikan lima RUU dari 70 yang diproritaskan dalam Program Legislasi Nasional. Padahal target prolegnas 2010 adalah 70 RUU, sehingga masih ada 65 RUU yang molor penyelesaiannya.
Ini bisa terjadi karena salah satunya disebabkan oleh kebiasaan lama yang masih
dipertahankan oleh anggota DPR. Pada tahun 2008 Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia menilai kinerja legislasi DPR 2004-2009 buruk. Dari target 284 rancangan undang-undang (RUU) hanya 60% yang diselesaikan. Dari jumlah itu diprediksi hanya 170 undang-undang terselesaikan.
Adanya penyimpangan dari tugas-tugas DPR ini bisa jadi karena kapasitas anggota DPR
yang tidak kapabel. Bukti dari kurang kapabelnya anggota DPR adalah, yang menjadi perdebatan bukan masalah fungsi pengawasan, anggaran, atau legeslasi, namun terkadang masalah pribadi. Buktinya perseteruan antara Eko Patrio, anggota DPR dari PAN, dengan Pramono Anung, Wakil Ketua DPR dari PDIP, bukan masalah tiga fungsi DPR, namun masalah pribadi. Selain itu banyak anggota DPR dalam setiap bekerja yang dipikirkan adalah hanya uang.
Mereka pastinya senang menjadi anggota DPR, namun mereka berpikir bagaimana uang yang selama ini dihabiskan untuk kampanye dan 'money politics' bisa kembali secepat mungkin. Nah, di sinilah letak kerawanan terhadap pelanggaran hukum. Mereka jauh-jauh hari sudah mempunyai niat agar uang yang sudah dikeluarkan kembali dengan cepat. Cara yang paling cepat atau jalan pintas ialah dengan melakukan korupsi. Dan studi banding adalah salah satu agenda yang dijadikan sumber penghasilan tambahan yang melimpah.
*) Ardi Winangun adalah pengurus Presidium Nasional Masika ICMI, tinggal di Matraman, Jakarta Timur. Penulis bisa dihubungi di 08159052503 dan email: ardi_winangun@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Tulis Komentar Anda