Sabtu, 21 Agustus 2010

Grasi Atas Nama Kemanusiaan Versus Supremasi Hukum Bagi Koruptor

Pemberian grasi terhadap mantan Bupati Kartanegara, Kalimantan Timur, Syaukani Hassan Rais banyak menuai kritikan. Pasalnya, di saat tengah gencar kampanye pemberantasan korupsi, justru grasi terhadap koruptor diberikan.

"Dengan grasi ini semangat Pemberantasan korupsi jadi kontraproduktif. Kurang sejalan dan seiring." ujar Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi kepada wartawan di gedung KPK, Jakarta, Jumat 20 Agustus 2010.

Syaukani diberikan grasi karena menderita sakit parah. Sehingga, menurut Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, jika tidak diberikan grasi, maka akan melanggar HAM.
Terkait hal tersebut, Johan menyatakan, perilaku koruptor justru telah melanggar hak masyarakat banyak. "Kalau tidak diberikan grasi nanti melanggar HAM? Korupsi itu kejahatan yang melanggar banyak HAM masyarakat," ucapnya.

Tapi, dia berharap, dengan pemberian remisi kepada sejumlah koruptor dan grasi kepada Syaukani, masyarakat harus terus menjaga semangat pemberantasan korupsi.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, mantan Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) ini diberikan karena telah mengajukan grasi dengan alasan sakit parah. Selanjutnya, dalam prosesnya, Mahkamah Agung ternyata memberi pertimbangan bahwa pak syaukani dikurangi hukumannya selama tiga tahun dengan alasan sakit.

"Saya bersama-sama Dirjen Pemasyarakatan menyaksikan langsung, benar sakit atau tidak. Ternyata memang benar beliau itu kayak mayat. Badannya itu sudah nggak bisa bergerak lagi. Kaku begini. Matanya juga sudah buta, nggak bisa lihat apa-apa. Ngomong-nya juga sudah nggak jelas. Dan dia tergeletak begini. Manusiawi nggak kita membiarkan orang seperti itu?" papar Patrialis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Tulis Komentar Anda