Sabtu, 21 Agustus 2010

Manuver Ruhut, Skenario Cikeas??

Manuver Juru Bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul tentang perpanjangan jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diduga sebagai bagian dari skenario Cikeas. Sebab, tak mungkin ada asap tanpa ada api. Wacana yang dikumandangkan Ruhut dinilai sebagai uji publik bagi SBY apakah diterima kembali apabila maju sebagai capres untuk ketiga kalinya pada Pilpres 2014 mendatang.
Di lain pihak, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga mencurigai agenda tersembunyi dalam wacana amandemen yang dicoba digagas kembali oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Untuk itu, wacana ini harus dicermati serius agar tidak membuka pintu bagi agenda tersembunyi tersebut.
Demikian kumpulan pendapat mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Syafii Maarif, Ketua Fraksi Gerindra Martin Hutabarat, Ketua DPR Marzuki Alie, dan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, yang dikemukakan secara terpisah, di Jakarta, kemarin.

Terkait perpanjangan masa jabatan Presiden SBY menjadi tiga periode, Syafii Maarif meyakini itu bukan inisiatif Ruhut Sitompul semata. Ia mengibaratkan, jika tidak ada asap, tentu tidak ada api.
"Saya rasa itu bukan inisiatif dia. Dari mana inisiatif itu, saya tidak tahu lah. Saya lihat negara ini negara yang penuh misteri. Oleh sebab itu, RI ini diganti saja dengan Republik Misteri Indonesia," kata Syafii berkelakar usai menghadiri seminar peringatan Hari Konstitusi di gedung DPR, Jakarta, Jumat (20/8).

Meski demikian, Syafii mengaku tidak tahu apabila ada skenario di balik pernyataan Ruhut tersebut. "Saya tidak tahu karena saya belum bertemu Ruhut. Tetapi tentunya, dia tidak akan bicara. Kalau ada asap, tentu ada api," ujarnya.
Ketika ditanya soal usulan masa jabatan SBY ditambah menjadi tiga periode, Syafii justru mengatakan agar jabatan itu sekalian saja diperpanjang menjadi seumur hidup. "Tiga periode kurang, seumur hidup saja sekalian," ucap Syafii.

Karena itu, Syafii Maarif mengatakan, amandemen konstitusi, terutama menyangkut masa jabatan presiden, dinilai belum diperlukan saat ini. Sebab, sampai sejauh ini dianggap masih sejalan dengan semangat reformasi. Jika amandemen konstitusi tetap dilakukan, salah satunya yang menyangkut dengan masalah kewenangan DPD.
Menurut Syafii Maarif, amandemen konstitusi hingga saat ini masih dianggap sebagai salah satu hasil reformasi terbaik yang dimiliki bangsa Indonesia. Dengan begitu, adanya wacana perpanjangan masa jabatan, yang sempat dilontarkan salah satu anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Ruhut Sitompul, itu benar-benar mengingkari semangar reformasi yang telah diperjuangkan bangsa Indonesia.

"Belum perlu amandemen konstitusi. Pernyataan wacana amandemen konstitusi itu merupakan tindakan seorang manusia yang takut akan bayangannya sendiri," katanya.
Namun, ketika ditanya apakah Syafii percaya bahwa Ruhut bertindak atas nama pribadi ketika menyampaikan pernyataannya itu, dia hanya menjawab, tidak ada asap kalau tidak ada api.

Sementara itu, Martin Hutabarat menilai, sampai sejauh ini belum terlihat adanya alasan mendesak untuk melakukan amandemen konstitusi, terlebih lagi jika menyangkut masa jabatan Presiden. Bahkan, dia menilai, perubahan perundang-undangan tersebut belum cukup disosialisasikan.
"Persoalan amandemen ini tergolong baru berjalan. Sekarang ini masih baru, tidak ada keputusan mendesak pula yang membuatnya harus diamandemen lagi," ujarnya.

Secara terpisah itu, Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum menganggap pernyataan Ruhut Sitompul tentang perlunya SBY dipilih lagi sebagai presiden untuk periode ketiga bukanlah suatu hal serius. Meski demikian, Anas mengaku sudah menegur Ruhut.
"Sudah saya tegur dan diperingatkan agar dapat lebih cermat dan berhati-hati dalam setiap melontarkan pernyataan kepada publik," ujar Anas.
Ketua DPR Marzuki Alie pun menanggapi dingin rencana amandemen UUD 1945 oleh DPD. Menurut Marzuki, sebuah lembaga diadakan tentu ada nilai gunanya.
"DPD apa yang digunakan, tidak jelas kan kewenangannya. Tidak bisa dijelaskan. Makanya, harus berani yes or no," kata Marzuki Alie di Jakarta, Jumat (20/8).
Ia tidak mau berkomentar apakah DPD perlu diberikan kewenangan. "Nanti saya subjektif," kata Marzuki. Marzuki juga tidak menjawab tegas kapan agenda amandemen UUD 1945 untuk memperbesar kewenangan DPD itu dilakukan.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR, yang juga Ketua DPP Partai Golkar, Priyo Budi Santoso menegaskan, partainya bersikap hati-hati atas inisiatif DPD mengajukan draf amandemen UUD 1945.
"Kami tidak ingin amandemen ini menjadi pintu masuk diotak-atiknya sejumlah pasal, termasuk pasal mengenai masa jabatan presiden," kata Priyo.
Menurut dia, dirinya akan meminta Partai Golkar bersikap hati-hati atas inisiatif DPD tersebut. Menurut Priyo, amandemen saat ini waktunya tidak tepat. "Kita harus hati-hati apa motif DPD," kata Priyo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Tulis Komentar Anda