Massa dari Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem), Rabu (2/11/2011) sore ini, akan melakukan aksi di depan kantor PT Freeport. Aksi yang dilakukan, meminta agar Freeport hengkang dari Indonesia.
Ketua DPN Repdem, Masinton Pasaribu menjelaskan, sejarah kehadiran PT Freeport di Indonesia adalah sejarah pengukuhan kembali beroperasinya mesin-mesin penjajahan baru merampok kekayaan alam Tanah Air Indonesia. Dimulai dengan penggulingan presiden Soekarno yang anti kolonialisme dan imperialisme oleh kekuatan kapitalisme internasional melalui Jenderal Soeharto.
"Konsesi pertama yang diberikan oleh Soeharto kepada tuan besarnya adalah diterbitkannya UU Penanaman Modal Asing Nomor 1/1967, dan UU Pertambangan Nomor 11/1967 yang draftnya dirancang di Jenewa-Swiss yang didiktekan David Rockefeller (penasihat CIA), disahkan tahun 1967, maka perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Soeharto adalah Freeport. Inilah pertama kali kontrak pertambangan yang baru dibuat," tutur Masinton.
Jika di zaman Soekarno kontrak-kontrak dengan perusahaan asing selalu menguntungkan Indonesia, ujar Masinton, maka sejak Soeharto berkuasa, kontrak-kontrak seperti itu malah banyak merugikan Indonesia.Freeport memperoleh kesempatan untuk mendulang mineral di Papua melalui tambang Ertsberg sesuai Kontrak Karya Generasi I (KK-I) yang ditandatangani pada tahun 1967.
"Freeport adalah perusahaan asing pertama yang mendapat manfaat dari KK I. Dalam perjalanannya, Freeport telah berkembang menjadi salah satu raksasa dalam industri pertambangan dunia, dari perusahaan yang relatif kecil. Hal ini sebagian besar berasal dari keuntungan yang spektakuler sekaligus bermasalah yang diperoleh dari operasi pertambangan tembaga, emas, dan perak di Irian Jaya, Papua," tuturnya.
Aktivitas pertambangan PT Freeport McMoran Indonesia (Freeport) di Papua yang dimulai sejak tahun 1967 hingga saat ini telah berlangsung selama 44 tahun. Selama ini, imbuh Masinton, kegiatan bisnis dan ekonomi Freeport di Papua, telah mencetak keuntungan finansial yang sangat besar bagi perusahaan asing tersebut, namun belum memberikan manfaat optimal, tidak adil, tidak transparan dan bermasalahnya pengelolaan sumberdaya mineral itu bagi Indonesia, masyarakat Papua, dan masyarakat lokal di sekitar wilayah pertambangan.
"Dari tahun ke tahun Freeport terus mereguk keuntungan dari tambang emas, perak, dan tembaga terbesar di dunia. Pendapatan utama Freeport adalah dari operasi tambangnya di Indonesia. Bahkan penghasilan Freeport mencapai Rp 70 triliun setiap tahunnya, angka yang sangat fantastis," Masinton menegaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Tulis Komentar Anda