Berjalan kaki menenteng kursi plastik, Musnada (35) mendatangi SDN Kotakusuma di Sangkapura, Bawean, Kabupaten Gresik, Selasa (26/7/2011). Ia sangat berharap mendapatkan jawaban atas kebingungannya selama ini. Namun, yang didapat justru sebaliknya.
Kursi plastik biru itu dibelinya dengan cara mengangsur di pasar. Kursi itu ia antarkan sendiri ke sekolah karena anaknya, Andika Imam Taufik (9), malu membawa sendiri ke sekolah.
Sebenarnya, siang itu, selain mengantarkan kursi, Musnada juga hendak memohon keringanan biaya sekolah pada kepala SD itu. Sebelumnya, penjual jamu gendong ini enggan datang ke sekolah karena takut diminta membayar uang sekolah ratusan ribu rupiah. Namun, karena ditemani Muhammad Basit, aktivis LSM Gerbang Bawean, perempuan asal Pemalang, Jawa Tengah, ini melangkah tegak.
Siang itu, mereka ditemui Kepala SDN Kotakusuma Hadi Suwoyo dan wali kelas III ICP, Ibrahim, di ruang guru. Dalam pertemuan, Ibrahim menjelaskan, kursi didapatkan dari sumbangan wali murid melalui kesepakatan bersama, bukan program atau ketentuan sekolah.
"Tidak diwajibkan untuk membeli. Tetapi, bila ada kursi di rumah, silakan dibawa ke sekolah," katanya.
Musnada pun mengakui, ia tidak hadir dalam pertemuan wali murid karena ia harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga tidak mengetahui hasil rapat.
"Tapi kenapa, setelah Andika pulang sekolah, minta saya membeli kursi seperti yang dipakai oleh teman-temannya?” tanya Musnada kepada wali kelas.
Soal kursi plastik, Ibrahim mengakui menyuruh Andika membawa kursi sendiri dari rumah.
"Tetapi kami tidak menyuruhnya membeli," kata Ibrahim.
Dalam pertemuan itu, Ibrahim juga membenarkan uang sekolah yang harus dibayar tiap siswa Rp 324.000. Tetapi, Ibrahim berdalih, angka itu disepakati para orangtua/wali murid, bukan ditentukan sepihak oleh sekolah.
Meski demikian, Musnada tidak mendapatkan jawaban tegas dari Hadi Suwoyo maupun Ibrahim soal permintaannya mendapatkan keringanan. Hadi hanya menyarankan Musnada meminta surat keterangan tidak mampu dari kepala desa.
Menurut Basit, mendengarkan jawaban itu, raut muka Musnada menampakkan kebingungan. Sebagai orangtua tunggal yang hanya menjual jamu gendong, ia merasa tidak mampu membayar. Ia pun pamit pulang. Namun, sebelum meninggalkan sekolah itu, Musnada menyerahkan uang Rp 200.000 sumbangan dermawan sebagai angsuran biaya sekolah Rp 324.000.
Saat berjalan meninggalkan meja pertemuan menuju pintu keluar, Musnada mulai terhuyung dan sejurus kemudian ia ambruk, pingsan. Untunglah, tak lama kemudian, kondisinya membaik setelah dirawat di ruang guru. Kondisi Musnada mulai membaik setelah mendapat perawatan darurat di ruang guru.
Perjuangan Musnada kembali menjadi potret perjuangan warga tidak mampu untuk mendapatkan pendidikan layak. Kisah kursi plastik itu muncul ketika ada usulan penggunaan kursi plastik di kelas. Seluruh teman Andika di kelas III ICP sejak tahun ajaran baru tahun ini menggunakan kursi plastik baru di kelas. Kursi-kursi plastik baru yang digunakan sebagai pengganti kursi kayu yang sudah dianggap tua itu didapat dari sumbangan wali murid.
Untuk mendapatkan kursi baru itu, tiap wali murid diminta menyumbang biaya kursi dengan nilai Rp 55.000 dan itu dipenuhi semua orangtua murid, kecuali Musnada, karena ia tidak mampu membayar sebesar itu. Jadi, tinggal Andika yang masih duduk di kursi lama. Beruntung, Andika tidak minder dengan kondisi itu.
Di sisi lain, Musnada yang sempat dihubungi tetangganya yang juga wali murid dari kelas yang sama khawatir dengan kondisi anaknya di sekolah. Apalagi, ketika Andika juga mengungkapkan bahwa ibunya harus membayar Rp 55.000 agar dia bisa dapat kursi serupa dengan teman-temannya. Padahal, uang sekolah Rp 324.000 belum bisa dibayar.
Musnada yang dihubungi Surya melalui telepon milik Basit, Senin (26/7/2011) malam, mengatakan, akhirnya ia nekat membelikan kursi plastik itu ke pasar meski harus mengangsur atau mencicil.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Gresik Wanda Metini mengaku belum mendengar mengenai adanya penarikan uang kursi sebesar Rp 55.000 oleh SDN Kotakusuma, Sangkapura, Bawean, Jawa Timur.
"Nanti akan kami cek, kalau benar ada pungutan seperti itu," kata Wanda, Selasa (26/7/2011).
Wanda menegaskan, pihaknya sudah mengedarkan surat ke sekolah-sekolah mengenai larangan untuk memungut uang dari siswa. "Kita sudah ada surat. Kalau daftar ulang tidak boleh menarik apa-apa. Uang operasional sudah dari BOS (bantuan operasional sekolah). Kebutuhan personal seperti seragam kan dipenuhi orangtua," ujarnya.
Namun, jika ada biaya-biaya yang dibutuhkan sekolah, diharuskan untuk melakukan musyawarah dengan orangtua siswa. Penarikan uang kursi kepada siswa yang dilakukan SDN Kotakusuma, menurutnya, seharusnya tidak dilakukan saat ini. Meskipun, menurut informasi, sudah dilakukan musyawarah dengan orangtua siswa. Sebab, kata Wanda, rapat antara sekolah dan orangtua siswa baru akan dimulai pekan ini.
"Semua sudah ada jadwalnya. Kalau diketahui ada yang memungut di luar aturan, kami suruh kembalikan. Beberapa kepala sekolah juga pernah kita panggil untuk mengembalikan," kata Wanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Tulis Komentar Anda