Nilai komersial peranti lunak (software) tanpa lisensi yang di – install pada komputer pribadi di Indonesia mencapai rekor US$1,32 milliar pada tahun
2010, menunjukan bahwa 87 persen dari program yang diinstal pada komputer tersebut adalah produk tanpa lisensi atau tujuh kali lebih besar dari nilai kerugian pada 2003 yaitu US$157 juta. Pada 2009, sebanyak 86 persen software yang diinstal pada komputer di Indonesia diperoleh secara ilegal, dengan nilai mencapai US$886 juta. Hal-hal ini merupakan sebagian dari temuan “Studi Pembajakan Software Global 2010” oleh Business Software Alliance (BSA) yang mengevaluasi status pembajakan software global.
“Meskipun kami telah melihat peningkatan upaya Pemerintah Indonesia dan industri teknologi informasi (TI) dalam melindungi hak cipta software, namun kami terus menghadapi tantangan besar dalam menekan tingkat pembajakan. Bahkan, ketika industri TI di Indonesia tumbuh, banyak perusahaan masih belum menyadari mana yang termasuk pemakaian software illegal, sebuah fakta dimana BSA telah bekerja sama dengan pemerintah tanpa mengenal lelah untuk mengubahannya melalui kegiatan- kegiatan pendidikan dan penegakan hukum,” kata Donny Sheyoputra, Kepala Perwakilan dan Juru Bicara BSA Indonesia, pada konferensi pers yang diadakan hari ini.
“Hasil studi BSA ini menunjukan perlunya upaya pemberantasan pembajakan software dengan lebih agresif. Ini jelas menunjukkan bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk menurunkan tingkat pembajakan software di Indonesia. Hal ini perlu disesalkan mengingat studi lain menunjukkan bahwa setiap penurunan tingkat pembajakan dapat
menguntungkan negara melalui peningkatan aktivitas ekonomi, peningkatan lapangan kerja, dan penerimaan pajak bagi pemerintah,” kata Donny menambahkan.
Studi pembajakan software global ini adalah studi yang dilakukan oleh BSA bersama IDC untuk ke delapan kalinya. IDC adalah lembaga peneliti dan penganalisa pasar terkemuka di industri TI. Metodologi yang digunakan dalam studi ini menggabungkan 182 input data terpisah dari 116 negara dan wilayah di seluruh dunia. Studi tahun ini juga mencakup hal baru yaitu survei opini publik pengguna PC terhadap sikap dan perilaku sosial yang terkait dengan pembajakan software, yang dilakukan oleh Ipsos Public Affairs.
Survei opini ini menemukan dukungan yang kuat terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI), dimana tujuh dari 10 responden mendukung untuk membayar inventor atas kreasi mereka agar lebih mempromosikan kemajuan teknologi. Anehnya, dukungan terhadap HKI yang sangat kuat justru datang dari negara-negara dengan tingkat pembajakan yang tinggi.
Survei tersebut juga menunjukkan banyaknya pengakuan bahwa software berlisensi lebih baik dari software bajakan, karena lebih aman dan terpercaya. Masalahnya adalah banyak pengguna komputer yang tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang cara mendapatkan software berlisensi secara benar, misalnya dengan membeli software yang berlisensi tunggal untuk kemudian di-install dan digunakan pada beberapa komputer atau mengunduh program dari jaringan peer-to-peer (P2P). Mereka tidak memahami apakah hal-hal tersebut merupakan hal yang legal atau tidak.
“Tentu saja ada apresiasi yang tinggi atas nilai yang diberikan oleh software berlisensi.” kata Donny. “Hasil studi menunjukan perlunya edukasi bagi para pengguna software bahwa software yang diunduh dari jaringan P2P kebanyakan ilegal, dan instalasi software yang seharusnya untuk satu komputer pada beberapa komputer baik di rumah maupun di kantor adalah pembajakan.”
Temuan-temuan lain dari studi tersebut diatas adalah sebagai berikut :
Nilai komersial dari software ilegal di Asia Pasifik mencapai US$18,7milliar. Secara global, nilai dari pembajakan software melonjak hingga mencapai rekor US$59 milliar, hampir dua kali lipat sejak 2003. Setengah dari 116 wilayah yang diteliti pada 2010 memiliki tingkat pembajakan 62 persen atau lebih, dimana rata-rata tingkat pembajakan global mencapai 42 persen yang merupakan tingkat tertinggi kedua selama sejarah penelitian.
Negara-negara yang sedang tumbuh perekonominya menjadi faktor pendorong di balik pembajakan software komputer. Negara-negara tersebut merupakan pasar yang memiliki pertumbuhan PC sangat cepat, dengan kesenjangan yang signifikan dalam pemahaman tentang hal-hal apa yang merupakan pembajakan. Negara- negara tersebut memiliki perjalanan panjang untuk mengurangi tingkat pembajakan mereka. Dengan fase seperti saat ini, diperlukan waktu hingga 2049 bagi negara-negara yang memiliki tingkat pembajakan rata-rata 69 persen untuk dapat turun menjadi rata-rata 26 persen seperti halnya negara maju saat ini.
Negara yang sedang tumbuh ekonominya saat ini berperan menciptakan lebih dari setengah total nilai kerugian akibat pembajakan software komputer sebesar US$31,9 juta. Opini publik sangat mendukung HKI, dimana tujuh dari 10 pengguna PC bersedia membayar inventor atas karyanya untuk mempromosikan kemajuan teknologi. Hanya tiga diantara mereka yang berangapan bahwa tidak ada seorangpun yang boleh mengontrol teknologi yang dapat menguntungkan masyarakat. Pada umumnya mereka yang terlibat dalam pembajakan software melakukannya dengan membeli satu software berlisensi tunggal dan meng-install- nya pada beberapa komputer. Banyak pengguna PC kurang memahami apakah software yang mereka miliki legal atau ilegal, khususnya di pasar yang tingkat pembajakannya tinggi.
Keuntungan dari penggunaan software berlisensi di seluruh dunia yang paling sering dikutip adalah akses ke bantuan teknis (88 persen) dan perlindungan terhadap serangan hacker dan malware (81 persen). Mayoritas pengguna PC di dunia percaya bahwa HKI dan perlindungannya secara nyata memberikan manfaat ekonomi: secara global, 59 persen mengatakan HKI memberikan manfaat bagi ekonomi lokal, sedangkan 61 persen mengatakan HKI menciptakan lapangan kerja.
Berbicara atas nama IDC, Victor Lim, Vice President, Asia/Pasifik Consulting Operations berkata, “Under-licensing, meng-install satu program legal ke beberapa komputer, tetap
menjadi pemicu terbesar pembajakan software. Ini memiliki implikasi yang luas melebihi sekadar industri software, karena software merupakan alat produktivitas di semua sektor
ekonomi. Perusahaan yang tidak membayar untuk program yang mereka gunakan untuk menjalankan operasional mereka, sampai batas tertentu, melakukan ketidakadilan keuntungan biaya pada perusahaan yang mengembangkan software, dan menciptakan persaingan yang tidak sehat. IDC percaya bahwa penting bagi pemerintah untuk mengambil tindakan, melalui mekanisme edukasi dan penegakan hukum untuk memastikan bahwa HKI dihargai dengan baik, sehingga menjamin adanya perbaikan dan pengembangan yang berkelanjutan bagi bisnis software.
“Studi kali ini menunjukkan bahwa meskipun pembajakan terus mengancam ekonomi global, masyarakat jelas memahami dan menghargai nilai kekayaan intelektual, terutama perannya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Robert Holleyman, Presiden
dan CEO BSA. “Pencurian software terus menghambat inovasi TI, penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia. Laporan ini jelas menunjukkan pentingnya edukasi bagi perusahaan, pejabat pemerintah, dan pengguna akhir tentang risiko pencurian software – dan hal-hal apa yang bisa mereka lakukan untuk menghentikan itu.”
Donny menyimpulkan, “Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen serius dalam memerangi pembajakan software di Indonesia. Ketika membuka Konvensi HKI dalam memperingati hari HKI se-dunia pada 26 April 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di istana menyatakan dengan jelas bahwa HKI harus dilindungi dan setiap pelanggaran harus diberantas. Kampanye “Berantas Software Bajakan … Untuk Indonesia Yang Lebih Baik” yang diluncurkan pada Oktober 2010 oleh Timnas PPHKI terus berlanjut, seperti halnya dukungan BSA kepada Direktorat Penyidikan yang baru dibentuk di bawah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) untuk memerangi pelanggaran HKI. Kami berkomitmen untuk menyediakan pelatihan bagi para Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) agar dapat menjalankan pekerjaannya dengan optimal.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Tulis Komentar Anda