Jumat, 04 Maret 2011

Perokok Makassar Bakar Uang Rp 90 Miliar Per Bulan

Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas Prof Dr dr Alimin Maidin MPH mengungkapkan jumlah perokok di Kota Makassar sebanyak 22,1 persen atau kurang lebih 287.300 orang.
Mereka ini rata-rata mengonsumsi 10,6 batas per hari atau sekitar tiga juta batang rokok mengepul di udara setiap hari kota metropolitan ini. Hal itu diungkapkan Alimin pada acara pengukuhan Guru Besarnya dalam bidang ilmu kesehatan masyarakat pada acara rapat senat luar biasa Unhas di ruang rapat senat Unhas, Gedung Rektorat Unhas, Tamalanrea, Makassar, Rabu (2/3).
Alimin mengangkat tentang Kerugian Ekonomi Akibat HIV-AIDS dan Rokok pada acara pengukuhan yang dipimpin oleh Rektor Unhas Prof Dr dr Idrus A Paturusi SpBO. Menurutnya, bila dikalikan dengan harga Rp 1.000 per batang maka Rp 3 miliar per hari berarti 90 miliar/bulan.

Dari jumlah rokok tersebut, sebanyak 2,2 persen berusia 10-14 tahun dengan rata-rata konsumsi rokok 5,2 batang per hari. Sebanyak 0,8 persen mulai merokok tiap hari pada usia 5-9 tahun dan 7,7 persen pada usia 10-14 tahun (Reskesdas, 2007).
Dari perhitungan tersebut, biaya rokok yang dibakar di Makassar dalam sebulan sebanyak Rp 90 miliar atau Rp 1,08 triliun per tahun. Ini sama dengan 74 persen dari PAD Kota Makssar 2010 sebesar Rp 1,452 triliun.

"Atau setara dengan 60 buah rumah ibadah yang "dibakar" setiap bulan di Makassar dengan ukuran 20 meter X 30 meter = 600 meter persegi dengan asumsi biaya permeter Rp 2,5 juta (1,5 miliar per buah rumah ibadah)," ujar Alimin.
Dampak merokok juga berpengaruh pada keluarga. Wanita dan anak-anak merupakan anggota keluarga yang paling sering terpapar oleh asap rokok, terutama yang berasal dari orangtuanya. Anak-anak dari orangtua yang merokok berisiko terkontaminasi terutama debu rumah dan permukaan perabotan dalam rumah misalnya lantai, karpet, selimut, dan peralatan lain menjadi reservoar asap rokok, baik dalam bentuk gas maupun partikel yang akan tersimpan berbulan-bulan meskipun orangtuanya telah berhenti merokok.

Menurut data dari Riskesdas 2007, di Sulawesi Selatan, sebanyak 90,7 persen dan di Makassar 88,8 persen perokok merokok di dalam rumah ketika bersama anggota keluarga, lebih tinggi dibandingkan angka nasional yang mencapai 85,4 persen.
Hal ini tentunya akan melibatkan anak-anak, mereka menghirup debu rumah sekitar 0,05 - 0,25 gram/hari, dua kali melebihi orang dewasa, dan jumlah nikotin yang dihirup selama satu jam di rumah yang memilki konsentrasi nikotin yang tinggi pada debu rumah adalah 12 ug, sementara yang dihirup oleh perokok aktif adalah 600-3000 ug/jam. Jumlah tersebut akan terus menerus terakumulasi sebab mereka kebanyakan berada di dalam rumah.

Alimin mengatakan, saat ini sudah banyak larangan merokok di tempat umum namun bahaya merokok itu masih terus mengancam karena si perokok aktif bisa melakukan aktivitas merokok di rumah masing-masing yang dapat megancam kesehatan anak dan keluarganya sendiri.
sebatang rokok mengandung tidak kurang dari 4.000 jenis zat kimia, 69 zat di antarnya bersifat karsinogenik dan adiktif. Merokok merupakan penyebab 90 persen kanker paru pada laki-laki dan 70 persen pada perempuan dan penyebab 22 persen dari penyakit jantung/ pembuluh darah, serta merupakan penyebab kasus kematian dengan peninkatan paling cepat di dunia bersamaan dengan HIV dan AIDS.
Usia Merokok

Alimin yang juga merupakan Ketua Ikatan Kekerabatan Masyarakat Sidrap ini mengatakan, Indonesia telah mengalami satu peningkatan yang drastis pada perilaku merokok remaja dengan kecenderungan usia muali merokok semakin muda.
Pada usia 10-14 tahun. "Pada usia itu, jumlah perokok laki-laki meningkat dari 0,5 persen menjadi 0,7 persen sedangkan perempuan ditemukan 0,1 persen. Mereka rata-rata mengonsumsi 10 batang rokok perhari," ujarnya.

Jika dilihat dari sisi ekonomi, rokok dapat memperparah kemiskinan. Bagi orang miskin, uang yang digunakan untuk merokok berarti tidak dipakai untuk keperluan dasar seperti pangan, rumah, pendidikan, dan pelayanan kesehatan. Selain itu, karena orang miskin dengan status gizi yang biasanya sudah kurang, disertai dengan minimnya biaya yang dialokasikan untk pemeliharaan kesehatan menyebabkan angka kematian dan kejadian penyakit menjadi lebih tinggi.
"Kebayakan kematian akibat meroko terjadi pada usia produktif. Kematian dini pencari nafkah dalam keluarga tentunya merupakan malapetaka bagi keluarga miskin dan masyarakat lainnya," tambah Alimin.

Total kerugian ekonomi akibat rokok tahun 2001 di Indonesia adalah sebesar RP 14,94 miliar Dolar AS ayang disebabkan beberapa faktor misalnya, akibat kematian, morbiditas, disabilitas dini sebanyak 2,73 miliar Dolar AS ditambah pembelian rokok 12, 21 Dolar AS.

HIV AIDS
Alimin juga membahas kerugian ekonomi pada acara pengukuhan guru besarnya. Penderita HIV AIDS tidak hanya mengalami kerugian kerena menyebabkan kondisi tubuh yang berkurang tetapi juga mengalami kerugian ekonomi akibat sakit.
Sebagai ilustrasi pada kasus seorang pasien penderita HIV positif yang sudah mengalami infeksi oportunistik dan sudah masuk ke tahap penyakit- penyakit seperti, candida, TBC, CMV (sitimegalovirus), hingga hepatitis
"Bagi penderita HIV tersebut, biaya yang harus dikeluarkan untuk obat-obatan dalam sehari perawatan bisa mencabi dana kurang lebih Rp 1 juta. Biaya ini belum termasuk biaya menghabiskan dana sekitar Rp 30 juta," ujarnya.
Pada pengguna narkoba suntik (penasun) lebih susah lagi karena 68 persen hingga 80 persen di antaranya berpotensi terkena hepatitis C yang obatnya termasuk mahal antara Rp 30 juta hingga Rp 60 juta-an per enam bulan.
Kerugian ekonomi timbul akibat beban ekonomi langsung yang ditanggung oleh keluarga dan masyarakat untuk pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan penderita HIV dan AIDS yang amat mahal.
Sedangkan kerugian ekonomi tidak langsung terjadi karena menurinnya produktifitas kerja dan meningkatnya angka kematian usia produktif akibat AIDS. Hasilnya keluarga dan masyarakat miskin menjadi lebih miskin akibat penderitaan yang timbul akibat HIV AIDS. (ana)

perokok di makassar
-Jumlah: 287.300 orang (22,1 persen dari total penduduk)
-Rata konsumsi: 10,6 batang per hari
-Usia perokok: 10-14 tahun (2,2 persen), 5-9 tahun (0,8 persen)
-Biaya rokok: sekitar Rp 3 miliar per hari
-Kerugian ekonomi: Setara dengan 60 buah rumah ibadah yang "dibakar" setiap bulan dengan ukuran 20 meter X 30 meter = 600 meter persegi dengan asumsi biaya permeter Rp 2,5 juta (1,5 miliar per buah rumah ibadah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Tulis Komentar Anda