Jumat, 07 Januari 2011

UU TIPITI Lebih Berbahaya Ketimbang UU ITE

Bila undang-undang tindak pidana di bidang teknologi informasi (UU TIPITI) terealisasi, UU tersebut dipercaya akan semakin mengancam kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Bahkan UU yang masih dalam draft tersebut bisa lebih berbahaya ketimbang undang-undang Informasi dan transaksi Elektronika (UU ITE).

Demikian diungkapkan, Direktur Eksekutif LBH Pers, Hendrayana kepada wartawan di kantor LBH Pers, Jl. Prof. Dr Soepomo, Menteng Dalam, Jakarta, Rabu (30/12/2009).

"RUU TIPITI cukup mengangetkan dan ini telah dirumuskan dalam draft oleh depkominfo tapi belum sharing, dari draft yang saya dapat ancaman UU TIPITI lebih tinggi dari UU ITE," kata Hendrayana.

Hendrayana mengatakan, LBH pers akan melihat apakah UU TIPITI merupakan bentuk barter dari revisi UU ITE. "Kalau barter, ini yang harus diperhartikan jangan sampai lebih menyerang dari UU ITE," katanya.

Sementara itu Aliansi Jurnalis Independen dalam keterangannya menyatakan Revisi UU ITE Jangan sampai Diikuti RUU TIPITI. AJI Indonesia menolak pengesahan RUU TIPITI yang saat ini menjadi prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010.

"Sebab, RUU TIPITI jauh lebih represif dan lebih karet dibanding dengan UU ITE. Jangan sampai, UU ITE “dilepas”, tapi diam-diam muncul RUU TIPITI yang jauh lebih buruk. RUU TIPITI mengkriminalisasikan berlebihan terhadap pengguna internet," kata kata Nezar Patria Ketua AJI Indonesia.

Selain itu, menurut Nezar DPR dan pemerintah juga sedang menetapkan Rancangan Undang-Undang Konvergensi Media sebagai prioritas Prolegnas 2010. RUU Konvergensi Media ini menggabungkan Undang-undang ITE, Undang-Undang Penyiaran dan Undang-undang Telekomunikasi.

"Hal ini bisa menimbulkan tumpang-tindih peraturan di bidang media internet. Untuk menghindari tumpang-tindih peraturan tersebut, harus dibuat desain peraturan yang komprehensif di bidang media internet. Jangan sampai UU ITE direvisi, tapi pada saat yang bersamaan juga dibahas RUU Konvergensi Media dan RUU TIPITI,” kata Nezar.

Sebaiknya, lanjut Nezar, dibuat desain kebijakan di bidang media secara menyeluruh, sebelum mengubah peraturan dan membuat peraturan baru. Kebijakan media tersebut harus tetap berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi. Jangan sampai pengaturan internet menjadi sangat represif seperti UU ITE selama ini.

AJI Indonesia merancang masukan-masukan bagi revisi UU ITE dan RUU Konvergensi Media. Diharapkan, masukan AJI bisa mendorong peraturan mengenai internet menjadi lebih demokratis dan tetap menghormati kebebasan pers dan berekspresi. ”Namun, terhadap RUU TIPITI kami nilai RUU ini terlalu over-kriminalisasi, sebaiknya ditolak saja,” kata Margiyono, koordinator Divisi Advokasi AJI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Tulis Komentar Anda