Bersilaturrahim saat Lebaran dengan berkirim kartu ucapan adalah hal biasa. Juga biasa bila mengirimkan kartu Lebaran kepada kenalan dan keluarga dengan prangko bergambar diri pribadi. Tetapi, menjadi luar biasa ketika kartu Lebaran berprangko foto pribadi itu dibiayai dengan uang negara.
Tentu tidak sembarang orang yang bisa begini. Orang yang bukan sembarang itu ternyata Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Untuk kepentingan berkirim kartu Lebaran itu, Ahmad mengalokasikan Rp1,7 miliar pada anggaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun ini. Dari jumlah itu, Rp700 juta dialokasikan untuk ongkos cetak kartu Lebaran dan Rp1,012 miliar untuk prangko bergambar Ahmad Heryawan. Kartu Lebaran berprangko Pak Gubernur itu kelak dikirimkan kepada 450 ribu kolega dan pejabat di Jawa Barat hingga ke tingkat RT.
Orang boleh saja mengatakan Pak Gubernur sedang mengidap gejala narsisisme, sebuah kompleks psikologis yang menggambarkan berlebihannya perasaan cinta terhadap diri sendiri. Karena cintanya terhadap diri sendiri, Pak Gubernur ngebet mencetak prangko bergambar dirinya. Karena cintanya terhadap diri sendiri, Pak Gubernur merasa syur dan ingin agar 450 ribu koleganya melihat wajah dirinya tercetak di prangko. Benarkah itu murni narsisisme?
Narsisisme sendiri sesungguhnya sah dan boleh-boleh saja. Apalagi bila itu masih sebatas urusan pribadi yang tidak mengganggu ukuran-ukuran kepatutan dan kepantasan. Yang tidak boleh adalah syahwat narsisisme yang mengorbankan kepentingan publik.
Menggunakan uang negara untuk mencetak kartu Lebaran dan prangko bergambar diri jelas bukan semata narsisistis, melainkan sudah merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan.
Menggunakan dana Rp1,7 miliar hanya untuk berkirim kartu Lebaran sudah tidak patut. Apalagi jika uang yang dipergunakan untuk itu berasal dari kas negara yang tidak lain adalah uang rakyat.
Semangat narsisisme yang dibiayai uang negara ini juga mencerminkan rendahnya sensitivitas terhadap penderitaan rakyat. Ribuan rakyat miskin yang kelaparan bisa diberi makan dengan Rp1,7 miliar. Puluhan sekolah dasar bisa dibangun dengan dana sebanyak itu.
Semestinya, Ahmad Heryawan menggunakan dana pribadi bila ingin mencetak prangko itu. Itu kepatutan yang semestinya diketahui pejabat publik. Kenapa mesti melabrak kepatutan hanya karena hendak mengirim kartu Lebaran?
Masih banyak agenda yang harus dilakukan di Jawa Barat daripada sekadar menghamburkan uang negara secara mubazir. Apalagi janji kampanye Ahmad Heryawan juga masih banyak yang belum terpenuhi. Sebut saja janji menciptakan sejuta lapangan kerja yang masih jauh panggang dari api.
Karena itu, batalkan pencetakan prangko. Alihkan dana untuk yang lebih memberikan maslahat daripada mudarat. Mematut-matutkan diri agar terpilih kembali sebagai gubernur boleh-boleh saja. Tetapi, jangan gunakan fasilitas publik.
Proyek kartu lebaran dan perangko bergambar Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mendapat kecaman dari berbagai pihak. Sebagai bentuk protes, puluhan aktivis Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Bandung Raya berunjuk rasa dengan berjalan dari Mesjid Pusdai menuju Kompleks Gedung Sate. Para mahasiswa menilai, proyek kartu lebaran dan perangko bergambar gubernur mengambil biaya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan sama artinya dengan menghamburkan uang rakyat. Menurut mereka, gubernur harusnya lebih peka terhadap nasib rakyat yang kini dililit bermacam persoalan, termasuk kesulitan ekonomi.
Aksi protes mahasiswa itu tidak ditanggapi pihak eksekutif.
Berkaitan dengan kasus kartu lebaran itu, empat anggota DPRD Jawa Barat, mendatangi ke Kantor Pos Besar Bandung untuk memperoleh informasi lengkap soal perangko dan kartu lebaran bergambar Gubernur Jawa Barat, Rabu (1/9). Anggota dewan menilai, pesanan kartu lebaran bergambar gubernur tidak layak.
Pihak Kantor Pos Besar Bandung membenarkan adanya pesanan atas kartu lebaran dan prangko itu dari pihak gubernur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Tulis Komentar Anda