Penduduk miskin di Indonesia diprediksi akan bertambah menjadi 32,7 juta jiwa pada 2010, yang sebelumnya 32,5 juta jiwa pada tahun 2009. Kemiskinan tetap merangkak naik, walaupun perekonomian tumbuh 5,5- 5,9% pada tahun 2010.
Ekonom Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E LIPI), Agus Eko Nugroho mengatakan, peningkatan angka kemiskinan itu tidak bisa dihindari, karena adanya kenaikan inflasi sekitar 5,6%.
“Hal ini diperparah dengan mendominasinya industri telekomunikasi beberapa tahun terakhir, padahal industri itu hanya sedikit menyerap tenaga kerja. Untuk itu, pemerintah harus mendorong industri berbasis tenaga kerja, supaya angka kemiskinan menurun,” katanya usai diskusi Outlook Ekonomi Indonesia Tahun 2010 di Jakarta.
Tetapi, pada tahun 2009 terjadi penurunan angka pengangguran sebesar 200.000 jiwa. Sayangnya, hal itu hanya mengurangi sebagian kecil dari total angkatan kerja yang termasuk dalam pengangguran terbuka sebesar 8,8 juta jiwa. Dengan demikian, tingkat setengah pengangguran meningkat dari 31,57 juta menjadi 32,04 juta.
Dari data yang di sampaikan, tingkat kemiskinan tahun ini sebenarnya menurun 2,5 juta jiwa, jika dibandingkan 2008 yang mencapai 35 juta jiwa, atau setara dengan 15,4% dari total angkatan kerja.
Sementara itu, data BPS menyatakan, jumlah penduduk miskin pada Maret 2009 tercatat sebesar 31,53 juta jiwa atau sekitar 14,15%. Jumlah ini turun 2,43 juta jiwa dibandingkan Maret 2008 yang mencapai 34,96 juta jiwa atau sekitar 15,42%.
Menurut Agus, agar tingkat pertumbuhan ekonomi 2010 dapat menjadi berkualitas, pemerintah harus berfokus pada penguatan permintaan di pasar domestik, terutama untuk produk-produk konsumsi.
Senada dengan itu, Peneliti P2E-LIPI, Latif Adam menjelaskan, peningkatan permintaan domestik ini penting terutama sejak 2010 Indonesia akan melaksanakan perjanjian perdagangan bebas (FTA) ASEAN-Tiongkok.
“Hasil kajian LIPI menunjukkan, 60-70% produk impor asal Tiongkok yang masuk pasar domestik, merupakan barang substitusi untuk produk nasional. Hal itu ditambah dengan persoalan harga produk mereka yang lebih unggul, bahkan dapat memproduksi sepatu dengan biaya US$ 2 per pasang,” ungkapnya.
Rendahnya biaya produksi yang dicapai produsen Tiongkok, selain karena besarnya dukungan pemerintah melalui beragam insentif, juga karena unggulnya produktivitas tenaga kerjanya dibanding Indonesia.
Tumbuh 5,9%
LIPI optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan bakal mencapai pesat hingga 5,9%. Perkiraan ini lebih tinggi dibandingkan proyeksi pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2010 yang hanya sekitar 5,5%.
“Pertumbuhan ekonomi ini didukung oleh konsumsi masyarakat yang masih meningkat 3-4%, menyusul adanya pemulihan ekonomi global. Di samping itu, investasi diperkirakan akan mencapai Rp 225,2 triliun, dengan perincian investasi jalur fasilitas mencapai Rp 280,86 triliun, investasi penanaman modal dalam negeri Rp 56,66 triliun, dan penanaman modal asing US$ 22,08 miliar,” jelas Agus.
Agus menegaskan, jika Indonesia mampu melihat momentum, kemungkinan ekonomi berpotensi tumbuh jauh di atas perkiraan pemerintah. Kondisi ekonomi Indonesia 2009 yang tetap positif menjadi modal besar meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sebagai catatan, kendati dilanda krisis, beberapa indikator makro ekonomi Indonesia tahun ini tidak terlalu mengecewakan.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, tingkat inflasi tahun depan ditargetkan sebesar 4,5%. Kenaikan inflasi itu sebagai hal yang wajar seiring perbaikan kondisi ekonomi global.”Ekonomi dunia akan tumbuh 3,1% tahun depan dibandingkan tahun ini yang mencapai minus 1,1%. Begitu juga dengan permintaan komoditas akan meningkat dan tentu meningkatnya harga, sehingga akan mempengaruhi laju inflasi,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Tulis Komentar Anda