Posting : Minggu 11 Juli 2010
Toleransi, saling mengasihi dan memaafkan. Tiga ajaran itu berdampingan dengan hal-hal baik lain yang bisa dipelajari dari Dalai Lama.Tenzin Gyatso, nama kecilnya, tidak mengenal kekerasan.
Dia memilih berjuang lewat negosiasi damai seraya melantunkan doa-doa demi harapan baik. Lhamo Thondup masih berusia tiga tahun ketika pejabat biara Tibet berdiri di depan rumah orang tuanya. Dia duduk di antara mainan kesukaannya, memandang tamu- tamu asing setengah takut.Pejabat biara meletakkan tiga benda di depan Lhamo Thondup.Mereka menanti Thondup memilih satu di antara tiga benda. Apa yang dibawa pejabat biara bukan benda sembarangan.Satu di antara tiga benda yang “dipinjamkan” ke Lhamo Thondup adalah milik mendiang Dalai Lama XII. Mereka percaya Dalai Lama mengalami reinkarnasi. Siapa pun yang menjadi sosok reinkarnasi, secara otomatis menjadi Dalai Lama berikutnya.
Begitulah, Lhamo Thondup akhir-nya meletakkan tangan mungilnya di atas benda yang pernah menjadi milik Dalai Lama XII. Didahului restu orang tuanya,Lhamo Thondup akhirnya dibawa ke biara. Dalai Lama tumbuh remaja didampingi pejabat tinggi biara. Dia menerima banyak pengetahuan tentang kehidupan, termasuk politik, objek yang nantinya memengaruhi masa dewasanya. Bayangkan,dia mesti memikirkan masa depan Tibet pada usia 16 tahun.Dia dituntut untuk bisa berbicara, atas nama kebaikan dan perdamaian. Segala pengetahuan tentang kebajikan serta kebijaksanaan mengisi kalimat Dalai Lama.Dia mengkritik Pemerintah China dengan cara-cara yang halus.
Artinya begini, dia berjuang tanpa kekerasan,senapan,bahkan sampai harus mempertaruhkan nyawa rakyat Tibet.Setidaknya itu yang menjadi harapan Dalai Lama. Lelaki yang lahir di Taktser ini hanya butuh dialog untuk mengusahakan otonomi Tibet.Dialog beserta negosiasi setia diperjuangkan selama hampir 50 tahun. Selama itu pula China menggantungkan semua usaha Dalai Lama. China memang menanggapi dan bereaksi, tapi belum menyetujui permohonan Dalai Lama. Sejak masih remaja Dalai Lama dianggap sebagai ancaman besar. Itu menurut China, yang notabene menguasai hampir semua sendi kehidupan di Tibet.
Sementara bagi rakyat Tibet,Dalai Lama merupakan seorang pahlawan. Dia adalah pemimpin spiritual yang sarat kebajikan.Kendati Dalai Lama minim pergerakan,umpamanya, rakyat tetap berdiri di belakangnya.Penduduk Tibet berusaha memahami keputusan yang diambil Dalai Lama. Seperti yang terjadi pada 1959, ketika tentara China memasuki Tibet. Dalai Lama, didampingi beberapa pejabat Tibet,akhirnya mengasingkan diri ke India.Mereka memilih India karena negeri ini yang paling dekat dengan Tibet. Harapan pejabat Tibet, mereka bisa membentuk pemerintahan baru di India.Maka terpilihlah Dharamsala, kota di Lembah Kangra,India.
Di kota bersuhu dingin ini Dalai Lama berjuang, dan mendampingi rakyat Tibet dari kejauhan. Tidak ada yang perlu disangsikan dari Dalai Lama. Ketika dia katakan bakal terus mendampingi rakyat Tibet,maka itu benar-benar dilakukannya. Awalnya banyak yang berpikir Dalai Lama terobsesi untuk memerdekakan Tibet.Nyatanya, seperti kerap disampaikan Dalai Lama, bukan kemerdekaan Tibet yang menjadi tujuannya. Otonomi bagi Tibet adalah mimpi Dalai Lama, pejabat pemerintahan, juga rakyat. Bagi Dalai Lama, otonomi mungkin sekali diperoleh, asal dialog berjalan lancar.
Kedua pihak, China dan Tibet, harus menghargai pendapat masing- masing sehingga bisa hidup berdampingan secara damai.Walau jauh dari Tibet, namun Dalai Lama tetap mengusahakan dukungan. Beberapa tahun terakhir, pemimpin spiritual yang baru menginjak usia 75 tahun ini rajin mengunjungi Amerika Serikat (AS),beberapa negara Eropa,juga Asia. Akhir Juni lalu Dalai Lama bertemu dengan 28 jurnalis,profesor, dan ilmuwan China.Dalam diskusi itu Dalai Lama mengingatkan pentingnya berdamai dan mengusahakan kehidupan yang harmonis.“ Entah mereka (China) setuju atau tidak,yang jelas,Tibet adalah sebuah persoalan,”katanya.
Dalai Lamai menambahkan, rakyat Tibet masih hidup dengan bayang-bayang ketakutan.“Mereka takut berekspresi, tidak mendapat perlindungan, bahkan memperkenalkan kebudayaan sendiri,”paparnya di depan para pemikir China. Harmoni, itulah yang menjadi penekanan Dalai Lama. Kalau China dengan kekuasaannya masih membatasi pergerakan rakyat Tibet, maka harmoni kehidupan kian menjauh dari Negeri Atap Dunia.“Harmoni datang dari hati, bukan dari tindak kekerasan,” pesannya. Kalimat-kalimat seperti inilah yang nyaris selalu diutarakan Dalai Lama.Ajakannya selalu berdekatan dengan kedamaian dan situasi kehidupan yang tenteram. Dia mengerti Tibet belum aman.
Selain persoalan selama setengah abad dengan China, Tibet juga memiliki masalah internal. Penduduk Tibet masih waswas setiap kali ingin membuka diri. Padahal, Dalai Lama berharap banyak atas kemajuan Tibet. Namun, sekali lagi, Dalai Lama mengingatkan, bukan dia yang berkuasa memutuskan Tibet bakal seperti apa.“Saya tidak memutuskan apa pun. Dan itu adalah kebenaran,” katanya. Bagaimanapun, Dalai Lama masih terus berjuang, demi otonomi serta kedamaian di Tibet.
Dia adalah pejuang dan telah pula dimaklumatkan sebagai pahlawan kedamaian. Nobel Perdamaian pun pernah singgah di atas telapak tangannya,1989 lalu.
...dimana-mana bangsa china adalah perusak....mudah2an akan datang waktunya adzab bagi bangsa china..
BalasHapus