INILAH.COM, Makassar - Meski kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) ditunda, namun aksi unjukrasa di Makassar masih terus berlanjut, Sabtu (31/3/2012) malam.
Seolah tak berpengaruh keputusan DPR, aksi unjukrasa yang tergabung dalam Wahana Kerja Mahasiswa Makassar (WKMM), di bawah jembatan flyover Jalan A.P. Pettarani, kali ini bukan menuntut penolakan kenaikan harga BBM melainkan menolak keputusan DPR yang hanya menunda kenaikan BBM.
"Kami menolak hasil rapat paripurna DPR RI, utamanya pasal 7 ayat 6 a, karena kami menganggap itu adalah ayat pembodohan, karena biar bagaimanapun BBM tetap akan naik," kata Sukandar Ridwan dalam orasinya.
Sambil berorasi, seperti biasa mereka membakar ban bekas, dan menutup setengah badan jalan di bawah flyover. Sebelum aksi dari WKMM, sekitar pukul 17.00 sore tadi, dua universitas yakni Universitas Indonesia Timur (UIT) dan Universitas Sawerigading melakukan aksi di tempat yang sama.
Sekitar 50-an menutup seluruh jalan dua jalur di bawah jembatan layang ini. Tak pelak lagi arus lalu lintas menjadi tersendat. Ironisnya, meski unjukrasa masih dilakukan, tak terlihat aparat dari kepolisian mengamankan aksi mereka.
Aksi mahasiswa UIT dan Universitas Sawerigading berlangsung sekitar dua jam lamanya. Mereka baru membuka jalan setyelah 20-an pasukan TNI dari Kodam melakukan negosiasi dengan mahasiswa agar membuka separuh badan jalan. [gus]
Selasa, 03 April 2012
Cara Ahmadinejad Naikkan Harga BBM Iran
Rencana pemerintah Indonesia menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) merupakan rencana kebijakan yang saat ini tengah diberlakukan pemerintah Republik Islam Iran di bawah kepemimpinan Mahmoud Ahmadinejad
Kenaikan BBM Iran menjadi ajang pacu menuju hidup mandiri rakyat dan masa depan cadangan minyak Iran serta keselamatan tanah air Iran yang menjadikan sumber daya alam yang tak terbarukan itu sebagai salah satu urat nadi kelangsungan bangsanya.
Kebijakan Ahmadinejad menaikkan harga BBM yang dinilai sukses itu tersebut diulas dalam diskusi bertema Politik Ekonomi Republik Islam Iran yang didaulat Direktur Iranian Corner Universitas Hasanuddin (Unhas) Supa Atha'na di Kantor Tribun Timur, Jl Cenderawasih, Makassar, Senin (2/4).
Hadir dua narasumber yang sudah menelan tahun malang melintang di negeri Iran ini, Mantan Duta Besar RI untuk Iran Prof Basri Hasanuddin dan Jurnalis senior IRIB World Service Iran Purkon Hidaya. Hadir pula Sekretaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Masika Wahyuddin Djunus, Dosen Fakultas Perikanan Universitas Hasanuddin (Unhas) DR Khusnul Yakin.
Selanjutnya, Kordinator Forum Kajian Kota Muhammad Firul Hak, Pendiri Komite Perjuangan Rakyat Miskin (KPM), Pembantu Dekan I Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar DR Abdul Rahim Razak, Kordinator Gerakan Perempuan Indonesia Sulsel Reni Susanti MH, Direktur Sekolah Filsafat Makassar Hajar.
Sejumlah perwakilan dari Jurnal Al Qurba, Iranian Corner Unhas, anggota Ahlul Bait Indonesia, dan anggota Komunitas Mafatihul Jinan.
"Meskipun Iran eksportir minyak terbesar ketiga dunia, tapi ternyata Iran juga dulu tetap impor BBM, seperti bensin. Kebijakan impor minyak Iran tidak terlepas dari kondisi kilang-kilang minyaknya yang rusak akibat diserang negara barat. Tapi Iran kemudian bisa melewati itu dengan pengawalan pemerintah yang begitu ketat,"kata Purkon.
"Ahamadinejad memberlakukan Blt dengan metode ketat. Pemerintah Iran memberlakukan smart card bagi pengguna BBM. Subsidi BBM dicabut tapi tidak pukul rata.Warga Iran memakai kartu mereka di pompa bensin. Untuk memperoleh smart card, Iran melakukan pendataan secara nasional. Warga menerima Blt melalui rekening smart card tersebut. Pembelian bensin pun terukur melalui kartu tersebut. Sehingga kebijakan pemimpin Iran tersebut mampu menyelamatkan rakyatnya," Purkon menambahkan.
Menurut Purkon, kebijakan pemimpin Iran Ahmadinejad menaikkan BBM juga menuai kecamanny rakyatnya. Bahkan sempat, pemimpin yang dikenal super low profile dan pemberani itu hanya disenangi masyarakat kalangan bawah. Namun, kebijakan tersebut semakin menguatkan negeri republik Islam tersebut.
"Di daerah Akhwas, Iran, selama Ahmadinejad memimpin, tahun 2011 itu terjadi kenaikan BBM, tetapi untuk produk lokal relatif tidak terjadi. Masyarakat Iran benar-benar terukur dan mandiri atas kebijakan tersebut," jelas Purkon.
Prof Basri mengatakan, kebijakan Ahmadinejad tersebut merupakan langkah berani untuk menciptakan kemandirian bangsanya. Iran senantiasa menolak dikte negara adikuasa Amerika Serikat. Iran ingin menyelamatkan energinya yang selama ini memiliki nilai bargaining yang tinggi di mata dunia.
"Iran itu merupakan kekuatan kawasan Timur Tengah. Negara Iran itu paling strategis di dunia. Iran menguasai selat Hormouz di mana 60 kebutuhan minyak dunia itu lewat di situ. Kalau ini dutup maka negara barat terancam. Di sisi lain, kebijakan minyak Ahmadinejad terhadap rakyat itu demi cadangan minyak Iran," kata Prof Basri.
Kenaikan BBM Iran menjadi ajang pacu menuju hidup mandiri rakyat dan masa depan cadangan minyak Iran serta keselamatan tanah air Iran yang menjadikan sumber daya alam yang tak terbarukan itu sebagai salah satu urat nadi kelangsungan bangsanya.
Kebijakan Ahmadinejad menaikkan harga BBM yang dinilai sukses itu tersebut diulas dalam diskusi bertema Politik Ekonomi Republik Islam Iran yang didaulat Direktur Iranian Corner Universitas Hasanuddin (Unhas) Supa Atha'na di Kantor Tribun Timur, Jl Cenderawasih, Makassar, Senin (2/4).
Hadir dua narasumber yang sudah menelan tahun malang melintang di negeri Iran ini, Mantan Duta Besar RI untuk Iran Prof Basri Hasanuddin dan Jurnalis senior IRIB World Service Iran Purkon Hidaya. Hadir pula Sekretaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Masika Wahyuddin Djunus, Dosen Fakultas Perikanan Universitas Hasanuddin (Unhas) DR Khusnul Yakin.
Selanjutnya, Kordinator Forum Kajian Kota Muhammad Firul Hak, Pendiri Komite Perjuangan Rakyat Miskin (KPM), Pembantu Dekan I Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar DR Abdul Rahim Razak, Kordinator Gerakan Perempuan Indonesia Sulsel Reni Susanti MH, Direktur Sekolah Filsafat Makassar Hajar.
Sejumlah perwakilan dari Jurnal Al Qurba, Iranian Corner Unhas, anggota Ahlul Bait Indonesia, dan anggota Komunitas Mafatihul Jinan.
"Meskipun Iran eksportir minyak terbesar ketiga dunia, tapi ternyata Iran juga dulu tetap impor BBM, seperti bensin. Kebijakan impor minyak Iran tidak terlepas dari kondisi kilang-kilang minyaknya yang rusak akibat diserang negara barat. Tapi Iran kemudian bisa melewati itu dengan pengawalan pemerintah yang begitu ketat,"kata Purkon.
"Ahamadinejad memberlakukan Blt dengan metode ketat. Pemerintah Iran memberlakukan smart card bagi pengguna BBM. Subsidi BBM dicabut tapi tidak pukul rata.Warga Iran memakai kartu mereka di pompa bensin. Untuk memperoleh smart card, Iran melakukan pendataan secara nasional. Warga menerima Blt melalui rekening smart card tersebut. Pembelian bensin pun terukur melalui kartu tersebut. Sehingga kebijakan pemimpin Iran tersebut mampu menyelamatkan rakyatnya," Purkon menambahkan.
Menurut Purkon, kebijakan pemimpin Iran Ahmadinejad menaikkan BBM juga menuai kecamanny rakyatnya. Bahkan sempat, pemimpin yang dikenal super low profile dan pemberani itu hanya disenangi masyarakat kalangan bawah. Namun, kebijakan tersebut semakin menguatkan negeri republik Islam tersebut.
"Di daerah Akhwas, Iran, selama Ahmadinejad memimpin, tahun 2011 itu terjadi kenaikan BBM, tetapi untuk produk lokal relatif tidak terjadi. Masyarakat Iran benar-benar terukur dan mandiri atas kebijakan tersebut," jelas Purkon.
Prof Basri mengatakan, kebijakan Ahmadinejad tersebut merupakan langkah berani untuk menciptakan kemandirian bangsanya. Iran senantiasa menolak dikte negara adikuasa Amerika Serikat. Iran ingin menyelamatkan energinya yang selama ini memiliki nilai bargaining yang tinggi di mata dunia.
"Iran itu merupakan kekuatan kawasan Timur Tengah. Negara Iran itu paling strategis di dunia. Iran menguasai selat Hormouz di mana 60 kebutuhan minyak dunia itu lewat di situ. Kalau ini dutup maka negara barat terancam. Di sisi lain, kebijakan minyak Ahmadinejad terhadap rakyat itu demi cadangan minyak Iran," kata Prof Basri.
Langganan:
Postingan (Atom)