Libya tercatat sebagai salah satu pemasok minyak penting bagi Eropa. Gangguan keamanan akibat munculnya pemberontak Libya sebelum meninggalnya pemimpin Libya, membuat sejumlah fasilitas minyak terhenti dan berdampak pada melonjaknya harga minyak mentah dunia beberapa waktu lalu.
Kini, meninggalnya Muammar Khadafi diharapkan bisa mengakhiri semua ketidakpastian di negeri yang sarat minyak tersebut. Para ahli menilai, tewasnya Khadafi akan memiliki dampak langsung yang sedikit terhadap harga minyak, namun bisa menghapuskan ancaman harga minyak kedepan yang sudah lama menggantung.
"Ini sebenarnya berarti sedikit untuk pergerakan harga minyak mentah hari ini, namun telah menghapuskan satu dari serangkaian faktor risiko ke berlanjutnya produksi minyak Libya," ujar Lawrence Eagles, analis dari JPMorgan, seperti dikutip dari AFP, Jumat (21/10/2011).
Reaksi pasar terhadap meninggalnya Khadafi seperti diprediksi tidak terlalu besar. Pada perdagangan Kamis (20/10/2011), minyak WTI pengiriman November turun 81 sen menjadi US$ 85,30 per barel. Minyak Breng pengiriman Desember naik 1,38 dolar menjadi US$ 109,76.
Belajar dari kasus di Irak yang kisru setelah perang, pasar justru khawatir tewasnya Khadafi akan membuat konflik berkepanjangan yang bisa membekukan produksi minyak di Libya.
"Kerusakan ekonomi dari isu keamanan kronis yang sangat beragam di beberapa produsen telah mengganggu pasar minyak dalam beberapa waktu terakhir," jelas Eagles.
"Produksi di Irak setelah perang kedua, di Nigeria dan Kolombia, diantara mereka, semuanya telah diganggu oleh aktivitas pemberontak, sehingga pemusnahan kaum protagonis itu telah memberikan kenaikan keamanan yang tinggi," imbuhnya.
Sebelum revolusi yang dimulai pada Februari tahun ini, produksi minyak mentah di Libya tercatat sebesar 1,4-1,6 juta barel per hari untuk jenis light sweet. Namun jenis minyak di Libya kualitasnya cukup bagus dan jarang ditemui. Sekitar 85% produksi minyak Libya diekspor ke Eropa, dan berkurangnya ekspor akibat gangguan pemberontakan tersebut telah membuat harga minyak Brent melonjak tajam dibandingkan jenis WTI.
Sementara fasilitas di hulu sudah berada di tangan National Transitional Council dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah ladang minyak yang tersebar di seluruh gurun sangat banyak dan tidak terkontrol.
"Dengan kepergian Khadafi, kaum loyalis kemungkinan menjadi tidak bermoral dan mengabaikan akibatnya. Hal ini sebaliknya, bisa membuat perusahaan minyak internasional lebih mudah untuk kembali ke area yang sudah dipandang secara khusus bergejolak karena kehadiran pasukan pro-Khadafi,"ujar analis dari Barclays.
Namun ada peringatan dari bank yang berbasis di London tersebut. "Kami percaya bahwa tantangan keamanan yang serius hadir di Libya yang dapat mengganggu upaya memulihkan produksi minyak di Libya secara penuh," tegas mereka.
Pejabat Perdana Menteri Libya Mahmud Jibril sebelumnya meyakini produksi minyak mentah negara tersebut bisa dipertahankan antara 500.000-600.000 barel perhari hingga akhir tahun, dan meningkat lagi pada kuartal I tahun 2012.
Libya, dengan produksi rata-rata sebesar 1,3 juta barel per hari, merupakan pemasok 2% dari total minyak di dunia. Namun hanya beberapa negara yang bisa menyuplai minyak setara dengan tingkatan jenis light sweet, yang banyak digunakan untuk sebagian besar kilang di dunia.
ENI (Italia), BP (Inggris), Total (Prancis), Repsol YPF (Spanyol) dan OMV (Austria) sebelumnya merupakan produsen minyak terbesar di Libya, hingga pemberontakan terjadi. Sejumlah perusahaan Amerika seperti Hess, ConocoPhillips dan Marathon juga membuat kesepakatan dengan rezim Khadafi. Menurut NY Times, Libya hanya memasok kurang dari 1% kebutuhan impor minyak AS.
Italia dalam beberapa tahun terakhir tergantung dari Libya, dengan 10% impor berasal dari negara tersebut. Prancis, Swiss, Irlandia dan Austria juga tergantung pada Libya, dengan impor mencapai 15% dari kebutuhannya sebelum konflik melanda Libya.
Pentingnya Libya bagi Prancis ditunjukkan saat Presiden Nicholas Sarkozy mengundang pempimpin pemberontak dari national transitional council, Mustafa Abdel-Jalil ke Paris untuk konsultasi beberapa bulan lalu.
Sementara meski ketergantungan AS terhadap minyak dari Libya sangat sedikit, namun pengurangan produksi minyak dengan kualitas tinggi di pasar dunia telah mendongkrak harga minyak dan bensin di AS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Tulis Komentar Anda