Senin, 14 Maret 2011

Wikileaks Tentang Century

Di pagi hari Jumat itu. seluruh media massa nasional terfokus pada headline berita harian “The Age” yang terbit di Australia. Di situ dikatakan bahwa Pak Yudhoyono menyalahgunakan kekuasaannya, “Yudhoyono ‘abused power’”. Artikel yang ditulis oleh PHILIP DORLING itu didasarkan pada dokumen yang disebarkan oleh Wikileaks.

Dokumen yang diperoleh dari bocoran kawat diplomatik yang ditulis para diplomat AS (di Indonesia?) itu membuat Pak Yudhoyono dan Ibu Ani Yudhoyono “terpukul”. Bahkan Ibu Ani sampai menangis mendapat kabar yang mengejutkan itu. Segala bentuk klarifikasi pun diuraikan dari berbagai kalangan yang pro Yudhoyono. Mereka menyatakan kalau kabar miring itu tak berdasar dan fitnah. Kabar itu dianggap sebagai upaya para lawan politik Pak Yudhoyono untuk menjatuhkan kredibilitas pemerintahannya.

Seperti yang sudah disebutkan oleh berbagai media massa nasional kita, dalam artikel yang ditulis sebanyak 626 kata itu, DORLING menyebutkan bahwa :

“SECRET US diplomatic cables have implicated Indonesian President Susilo Bambang Yudhoyono in substantial corruption and abuse of power, puncturing his reputation as a political cleanskin and reformer. The cables say Mr Yudhoyono has personally intervened to influence prosecutors and judges to protect corrupt political figures and pressure his adversaries, while using the Indonesian intelligence service to spy on political rivals and, at least once, a senior minister in his own government.” …. The US diplomatic reports obtained by WikiLeaks and provided exclusively to The Age say that soon after becoming President in 2004, Mr Yudhoyono intervened in the case of Taufik Kiemas, the husband of former president Megawati Sukarnoputri ….”

Bahkan di artikel yang berjudul “Bambang thank-you ma’am“, yang ditulis DORLING di halaman lain pada harian “The Age” itu menyebutkan bahwa, “One prominent anti-corruption non-government organisation privately told the US embassy that it had “credible” information that funds from Bank Century had been used for financing Yudhoyono’s re-election campaign.”

Apakah fakta-fakta yang disebutkan Wikileaks itu benar atau tidak, tentu perlu dibuktikan kebenarannya. Demikian pula dengan Pak Yudhoyono, beliau perlu membuktikan bahwa dokumen yang disampaikan Wikileaks itu tak benar. Apalagi di artikel itu disebutkan kalau dana Bank Century digunakan untuk membiayai kampanyenya Pak Yudhoyono. Hal ini bukan hanya sekadar menimbulkan citra negatif pada Sang Presiden, tapi juga memiliki risiko yang sangat besar, terutama bagi kelangsungan pemerintahan Pak Yudhoyono sendiri, baik di masa sekarang maupun di masa depan nantinya. Apa jadinya andaikata Pak Yudhoyono tak mendapat legitimasi dari rakyatnya gara-gara bocoran Wikileaks tersebut.

Sebagai seorang rakyat, saya pun bertanya-tanya. Benarkah presiden saya itu turut ambil bagian dalam kasus Century? Apalagi kasus Century terus berlarut-larut tanpa ada penyelesaian yang pasti. Bahkan usulan hak angket Century masih terkatung-katung. Entah sampai kapan kasus Century akan segera tuntas. Yudhoyono pun harus membuktikan bahwa dana kampanyenya bukan berasal dari Bank Century. Hal ini perlu diketahui oleh rakyatnya seperti saya. Bukan apa-apa, saya juga turut merasa bertanggung jawab atas kekuasaan Pak Yudhoyono karena dalam pemilihan presiden yang lalu saya telah memilih beliau sebagai Presiden Republik Indonesia untuk periode I dan II.

Kalau kawat diplomatik AS yang dibocorkan oleh Wikileaks itu ternyata tak benar, tentu Pak Yudhoyono bisa menuntut pemerintah AS khususnya para diplomat AS itu. Bila perlu menuntut sampai ke mahkamah internasional (kelihatan berlebihan memang, “lebay” kata anak sekarang). “Ayo Pak Presiden, jangan kecewakan mereka karena telah memilihmu. Kalau tidak, anda akan dihujat oleh rakyat Indonesia yang berjumlah 200 juta lebih itu”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Tulis Komentar Anda