Situs pembocor dokumen, WikiLeaks kembali mengeluarkan sebuah kawat diplomatik milik pemerintah Amerika Serikat pada hari Selasa (1/2). Dalam dokumen ini terungkap pemerintah Amerika Serikat telah merancang ‘skenario’ bila Presiden Mesir Hosni Mubarak jatuh.
Skenario yang dimaksud, menyiapkan Kepala Intelijen Mesir, Omar Suleiman mengambil alih kekuasaan jika terjadi sesuatu dengan Mubarak. Pada Sabtu lalu, skenario ini terbukti, Mubarak menunjuk Suleiman sebagai wakil presiden. Dia menjadi tokoh paling kuat menggantikan Mubarak.
Suleiman menjadi kepala intelijen Mesir pada 1993. Sebelumnya, dia mengikuti pelatihan di Amerika, di U.S Special Warfare School di Fort Bragg. Lewat pelatihan inilah di memiliki hubungan dekat dengan badan intelijen Amerika Serikat, CIA. Dia semakin dikenal ketika mengambil peran penting dalam proses perdamaian Hamas dan Fatah.
Kabar Suleiman menjadi calon terkuat pengganti Mubarak agak mengejutkan. Sebab selama beberapa tahun terakhir, para analis politik memperkirakan Gamal Mubarak, anak Hosni Mubarak akan menggantikannya. Namun kabar ini tidak mengejutkan bagi pemerintah Amerika Serikat.
Dalam satu kawat diplomatik tanggal 15 Juni 2005, Timothy Pounds, Direktur Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat untuk Syria, Lebanon, Mesir dan Afrika Utara menulis: "Semua setuju kandidat yang pas untuk wakil presiden adalah Jenderal Oman Soliman, Direktur Intelijen Mesir (EGIS)." (Departemen Luar Negeri AS salah menulis ejaan Suleiman)
Setahun kemudian, kawat diplomatik bertanggal 14 Mei 2006 semakin jelas, pemerintah Amerika Serikat erat bekerjasama dengan Suleiman. Suleiman menjadi pemain kunci dalam menyingkirkan Hamas di Palestina.
"Kerjasama Intelijen dengan Omar Soliman, yang akan ke Washington pekan depan adalah satu bentuk kerjasama yang paling sukses," tulis kawat diplomatik tersebut.
Kawat diplomatik tersebut ditulis oleh Francis J. Ricciardone, Jr. (Duta Besar Amerika Serikat untuk Mesir) yang memberikan info tersebut kepada Robert Zoellick (Deputi Menteri Luar Negeri) yang saat itu berkunjug ke Kairo.
Suatu waktu, Suleiman juga mengatakan kepada Duta Besar Amerika Serikat, "Mesir adalah rekan Amerika", "Mesir akan terus membantu pemerintah Amerika Serikat untuk isu-isu kawasan Timur Tengah, seperti Lebanon dan Irak. Termasuk masalah utama: konflik Israel-Palestina.
Dalam kawat diplomatik yang dikirim beberapa tahun kemudian, Duta Besar Amerika untuk Mesir, Ricciardone menulis rezim diktator di Mesir menderita "paranoia" atau kecemasan bila melihat masa depan politik Mesir. "Masalah suksesi presiden yang paling besar," tulis Ricciardone.
Dalam laporannya ke Washington itu, Ricciardone meragukan kemampuan Gamal Mubarak untuk menggantikan ayahnya, karena dia gagal menyelesaikan tugas militernya. Ricciardone lagi-lagi memilih Suleiman sebagai pengganti Mubarak yang tepat.
"Dalam dua tahun terakhir, Soliman telah keluar dari bayang-bayang, dia juga bersedia difoto ketika bertemu pemimpin negara lain. Dia menjadi figur yang dibangun sebagai transisi bagi Gamal," tulis Ricciardone.
Satu alasan Washington mendukung Suleiman, karena dia menentang Muslim Brotherhood. Dalam satu tulisan di blog situs Al Jazeera, Clayton Swisher, bekas direktur program Washington-based Middle East Institute, yang pernah bertemu dengan Suleiman menulis: "Dia bicara blak-blakan sampai biskuit yang aku makan jatuh. Dia tidak punya pandangan bagus terhadap Islam di dunia politik. Dia juga tidak ragu-ragu mengatakan akan menggunakan kekuatan keamanan agar Muslim Brotherhood tidak masuk ke politik."
Swisher menyimpulkan, penunjukkan Suleiman oleh Presiden Mubarak adalah pesan bagi Israel dan Amerika Serikat. Penunjukkannya juga pesan bagi partai Islam: Jangan coba-coba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Tulis Komentar Anda