Jumat, 14 Januari 2011

Ulah Manusia Picu Anomali Iklim

Terjadinya musim dingin tergelap pada tahun ini setelah lebih dari 400 tahun tidak terjadi bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk perubahan musim yang sangat ekstrem. Perubahan tersebut bisa disebabkan oleh berbagai hal. Salah satunya perilaku buruk manusia terhadap alam. Manusia kerap tidak memperhatikan keseimbangan dan kelestarian alam dalam membangun berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu, tidak heran jika alam kehilangan daya dukungnya dan menghadirkan berbagai fenomena alam yang dianggap anomali oleh manusia.

Contoh lain dari anomali cuaca ialah terjadinya perubahan siklus musim kemarau dan penghujan. Pada kondisi normal, periode Maret hingga Agustus merupakan musim kemarau. Namun, yang terjadi, beberapa daerah di Indonesia diguyur hujan mulai dari intensitas rendah hingga tinggi. Para pakar cuaca pun mencoba menjelaskan penyebab terjadinya anomali tersebut.

Pada dasarnya Bumi selalu mengalami perubahan iklim dari waktu ke waktu, namun pada masa lampau, perubahan itu berlangsung secara alami. Berbeda halnya dengan kondisi saat ini, iklim berubah lebih cepat dan drastis akibat adanya pemanasan global. Pemanasan global tersebut kerap dipicu oleh aktivitas manusia. Aktivitas industri dan transportasi yang menggunakan bahan bakar akan menghasilkan gas rumah kaca, seperti karbondioksida dan metana yang memenuhi atmosfer Bumi.

Dalam kurun 13 tahun terakhir, 12 tahun di antaranya tercatat sebagai tahun-tahun terpanas. Dengan akumulasi gas rumah kaca yang terus dihasilkan seperti saat ini, diperkirakan dalam jangka waktu dua sampai tiga dekade mendatang peningkatan pemanasan global akan melebihi ambang batas aman. Suhu udara Bumi yang semakin panas dapat berdampak pada perluasan wilayah pencairan es di Kutub Utara, peningkatan suhu air laut yang berakibat naiknya permukaan air laut, serta musim kering dan musim hujan yang ekstrem.

Menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sri Woro Budiati, anomali iklim yang terjadi di Indonesia tidak terlepas dari peristiwa menghangatnya suhu permukaan laut di sejumlah perairan Nusantara. Adanya peningkatan suhu permukaan laut itu kemudian menyebabkan terjadinya hujan di sebagian besar wilayah Tanah Air.

Kondisi itu tentunya memicu terjadinya penguapan dan berpotensi membentuk awan yang kemudian menurunkan titik-titik air hujan. “Pemanasan suhu Bumi itu tidak hilang, tetapi berubah bentuk menjadi energi kinetis dan hujan,” jelas Sri Woro. Selain dipengaruhi peningkatan suhu permukaan laut, terjadinya hujan pada musim kemarau dipengaruhi oleh pergerakan El Nino.

El Nino cenderung menambah massa uap air ke wilayah Indonesia bagian barat. Dengan kondisi seperti itu, Sri mengatakan, tidak heran jika sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi berpotensi diguyur hujan. “Adapun intensitas hujan tersebut cukup variatif, mulai dari intensitas sedang sampai tinggi. Sementara itu, untuk musim kemarau, akibat anomali iklim tersebut, waktu musim kemarau cenderung lebih pendek jika dibandingkan dengan kondisi normal,” ujar dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Tulis Komentar Anda