Sulawesi Selatan dan Malaysia memiliki ketergantungan dalam hubungan kerja sama yang cukup besar di beberapa, sektor di antaranya perdagangan dan ketenagakerjaan. Pengiriman tenaga kerja dari Sulsel ke Malaysia dalam jumlah cukup besar memberi kontribusi cukup besar bagi perekonomian Malaysia sekaligus mengurangi angka pengangguran di Sulsel.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulsel, Saggaf Saleh, menuturkan, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Sulsel umumnya bekerja di sektor perkebunan Malaysia. Mereka bekerja sebagai pekerja kasar hingga terampil di perkebunan sawit maupun kakao. "Informasi yang diperoleh dari duta besar maupun Menteri Tenaga Kerja, Malaysia sebenarnya sangat butuh TKI dari Indonesia, termasuk Sulsel dalam jumlah besar. TKI membantu menghidupkan sektor perkebunan Malaysia" kata Saggaf yang sedang berada di Jakarta, Jumat, 27 Agustus.
Pengiriman TKI asal Sulsel antara 2008 sampai 2009 memperlihatkan tren yang meningkat setiap tahun. Namun pada 2010 ini, pengiriman TKI cukup tersendat akibat belum adanya kesepakatan regulasi, terutama untuk pekerja sebagai pembantu rumah tangga. Saggaf mengungkapkan, jumlah TKI Sulsel ke luar negeri pada 2008 sekitar 3000 orang. Dari jumlah tersebut, pengiriman ke Malaysia mendominasi negara lain yakni sekira 2000 orang.
Kemudian, pada 2009 angkanya meningkat menjadi 3000 orang dari total pengiriman TKI ke luar negeri sebanyak 4800 orang. Pengiriman TKI ke Malaysia menurun cukup drastis pada 2010 ini. TKI Sulsel ke Malaysia hanya sekira 1000 orang. Menurunnya pengiriman TKI Sulsel ke Malaysia salah satunya disebabkan adanya pelarangan Menteri Tenaga Kerja mengirim pekerja sektor domestik atau pembantu rumah tangga. Pelarangan menunggu rampungnya nota kesepahaman antara Malaysia dan Indonesia.
"Pemerintah meminta ada kesepakatan dalam upah tenaga kerja. Upah TKI diminta dinaikkan. Selain itu, pemerintah meminta agar paspor tidak dipegang oleh majikan dan TKI diberi hari libur. Tapi sampai saat ini belum disepakati nota kesepahamannya," tuturnya. Dari sektor perdagangan, Kepala Dinas Perdagangan Sulsel, Amar Kadir, mengatakan, komoditas ekspor terbesar ke Malaysia yakni kakao, menyusul ikan laut segar, gurita, kakao residu, mete kupas, tepung terigu, marmer, dan kakao powder.
Ekspor komoditas Sulsel ke Malaysia memperlihatkan peningkatan yang cukup besar pada 2009 ke 2010. Dalam periode yang sama, Januari-Juni, memperlihatkan kenaikan nilai ekspor sekira USD 28 Juta USD.
Volume ekspor 2009 periode Januari-Juli tercatat sebesar 19.819.643 ton dengan nilai ekspor USD 28.036.272,42. Angka itu naik cukup signifikan pada 2010 dengan volume ekspor 28.374.340 ton dan nilainya USD 57.499.827,64 dalam periode yang sama.
Khusus biji kakao yang menjadi komoditi ekspor utama Sulsel ke Malaysia, volume ekspor yang tercatat pada periode Januari-Juli sebesar 12.116.470 ton dengan nilai perdagangan USD 26.228.581,53.
Sementara volume ekspor biji kakao pada 2010 periode yang sama, terealisasi sebesar 19.186.050 ton. Pengiriman biji kakao dengan volume sebesar itu memberikan nilai USD 53.644.056,26.
Pemerintah Malaysia maupun Pemprov Sulsel sebenarnya beberapa kali melakukan penjajakan peningkatan kerja sama terutama ekspor komoditi pertanian ke Malaysia. Salah satu komoditi yang cukup diminati Malaysia yakni beras dan rumput laut.
Hanya saja, permintaan beras ke Malaysia masih terkendala izin dari Menteri Pertanian serta Menteri Perdagangan. Ekspor yang diharapkan Pemerintah Malaysia hingga 100 ribu ton hanya dimungkinkan jenis premium. Malaysia juga mengincar hasil peternakan sapi dari Sulsel. Namun, ekspor yang dimungkinkan ke Malaysia setelah Indonesia mampu swasembada daging hanya dalam bentuk daging saja. Pemerintah belum memberikan lampu hijau pengiriman ternak sapi ke Malaysia.
Beberapa waktu lalu, maskapai penerbangan asal Malaysia, AirAsia juga sempat mengancam hengkang dari penerbangan langsung Makassar-Malaysia. AirAsia yang mengaku merugi meminta Pemprov Sulsel mempertimbangkan subsidi tambahan. Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, usai salat tarawih di Masjid Raya Malili Luwu Timur, malam tadi, mengungkapkan jika dari awal dirinya sudah berharap agar pemerintah pusat bertindak tegas atas sikap Malaysia itu.
Pemerintah, kata dia, harus memberi sanksi tegas sebagai konsekuensi atas sikap Malaysia selama ini terhadap Indonesia. "Ini cukup berpengaruh terhadap iklim investasi di Sulsel," ujarnya. Selain investasi, Syahrul juga menyebut kasus ini berdampak terhadap nasib para tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia. "Akan berpengaruh ke TKI kita, tapi kita harus melihat kepentingan yang lebih besar. Kita harus bersikap tegas melawan Malaysia sambil mencarikan jalan keluarnya," tegas Syahrul.
Tidak Terpengaruh
Terpisah, pengusaha meminta pemerintah Republik Indonesia tegas dalam mengambil sikap terkait sengketa perbatasan RI-Malaysia. Hal itu diungkapkan pengusaha papan atas nasional, Sandiaga S Uno, sebelum acara buka puasa dengan BPD Hipmi Sulsel, Jumat, 27 Agustus di Hotel Imperial Aryaduta.
Menurut salah satu kandidat Ketua Kadin Indonesia itu, sengketa kedua negara tidak terlalu mempengaruhi hubungan ekonomi antarpengusaha kedua negara serumpun tersebut. Pasalnya, lanjut Sandiaga, investor Malaysia dan pengusaha Indonesia selama ini sangat dewasa dalam menyikapi konflik psikologis negara mereka. "Saya juga punya hubungan bisnis dengan pengusaha asal Malaysia, tapi kami masih baik-baik saja kok, tidak pernah sama sekali terpengaruh dengan gonjang-ganjing politik luar negeri," tutur lelaki kelahiran Pekanbaru, 28 Juni 1969 ini.
Sandiaga berkunjung ke Sulsel dalam rangka roadshow keliling Indonesia untuk memantapkan tim menuju pencalonannya sebagai Ketua Kadin. Sulsel, kata Sandiaga, adalah provinsi ke-25 yang dia kunjungi. Aktivis Angkatan Muda Pro Demokrasi, Isradi Zaenal, mengatakan langkah strategis untuk mencegah perpecahan adalah mempersatukan negara serumpun tersebut. Setidaknya ada tiga negara yang memiliki akar budaya yang sama, yaitu Malaysia, Brunei Darussalam, dan Indonesia. Saat ini berkembang wacana untuk menyatukan ketiga negara itu sebagai negara Melayu.
Isradi mengatakan organisasi ini ingin menjadikan Indonesia, Brunei, dan Malaysia sebagai sebuah negara, sebuah bangsa. Tetapi, tetap dengan sistem masing-masing. "Istilahnya one nation, three system," jelasnya. Menurutnya, ide ini harus ditanamkan kepada seluruh warga pada ketiga negara itu. Mereka harus merasa berada dalam satu bangsa. Itu, katanya, akan membuat negara serumpun ini akan semakin kuat dan terhindar dari ancaman perpecahan.
Dia mengatakan jika konflik seperti sekarang dibiarkan terus menerus tanpa ada langkah strategis, bisa jadi ke depan Indonesia dan Malaysia benar-benar terlibat perang. Atau paling tidak, hubungan kedua negara makin renggang.
Menteri Agama Republik Indonesia, Suryadharma Ali mengatakan sama. Menurut dia, kemarahan warga Indonesia sejauh ini masih sesuatu yang wajar.
Bagi Suryadarma, kondisi hubungan Malaysia dan Indonesia saat ini memang sedang memprihatinkan. "Itu telah membuat goresan di hati warga Indonesia," kata Surya di Anjungan Pantai Losari, Jumat, 27 Agustus. Ketua Umum DPP PPP itu hanya berharap aksi yang dilakukan warga, termasuk saat berdemonstrasi dilakukan sesuai aturan. Tidak dibarengi aksi berlebihan.
Dia juga berharap ketegangan hubungan Indonesia-Malaysia bisa segera diatasi. Tidak boleh semakin keruh atau berkepanjangan. "Kita berharap persoalan yang dialami tahun ini tidak semakin keruh dengan emosi yang tak bisa tertahan," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Tulis Komentar Anda